Sabtu, 21 Juli 2012
JADWAL IMSSSAKIYAH DI BERBAGAII WILAYAH DI INDONESIA
<center><iframe border="0" height="800" src="http://rukyatulhilal.org/imsakiyah/index.php?id=122" width="465"></iframe></center>
Selasa, 03 Juli 2012
RESENSI anisa kh (tertahan di draft)
Anisa Khabibatus S
09410178
_______________________________________________________________________
Resensi buku PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, DAN MASYARAKAT MADANI INDONESIA
Penulis : Prof. Dr. H.A. R. Tilaar, M,Sc. Ed
Penerbit : PT. remaja Rosyda Karya, Bandung
Tahun terbit : 2002
Tebal Buku : 251 halaman
Buku yang ditulis oleh beliau Prof. Dr. H. A. R Tilaar ini sesuai dengan judulnya membahaas tentang pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani. Isinya tentang teori-teori pendidikan dan masyarakat yang mana teori tersebut dicetuskan oleh para ahlinya baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Prof. Tilaaar mengungkapkan dan membahas secara detail hubungan antara pendidikan dan kebudayaan termasuk hakikat dari pendidikan dan kebudayaan itu sendiri. Selain itu beliau mengambil contoh penerapannya pada Taman Siswa yang didirikan oleh ki Hajar Dewantara untuk memperjelas penerapan teori yang beliau tulis.
Kebudayaan dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan merupakan salah satu produk kebudayaan dan kebudayaan juga merupakan hasil dari pendidikan, keduanya saling mempengaruhi. Beberapa ahli mengungkapkan tentang konsep-konsep manusia ideal yang ingin dibentuk lewat pendidikan.
Secara lebih detail buku ini pada awal pendahuluan mengungkapkan pentingnya reformasi pendidikan nasional.
Selanjutnya pada bab 1 dan 2 menjelaskan tentang hakikat kebudayaan dan pendidikan. Dalam pembahsan hakikat pendidikan disana dijelaskan juga tentang berbagai pendekatan yang dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar, yaitu pendekatan reduksionisme dan yang ke dua adalah pendekatan holistic integrative. Selanjutnya pada bab 2, hakikat kebudayaan dibahas mengenai apa intisari dari kebudayaan. Dan dipaparkan juga mengenai definisi kebudayaan menurut EB Taylor dan Ki Hajar Dewantara dan Koentjaraningrat.
Pada bab 3 dibahas mengenai pendidikan dalam kebudayaan. Dalam pembahasan hakikat kebudayaan telah jelas bahwa pendidikan memiliki peran yang besar terhadap perkembangan kebudayaan. Dalam definisi ketiga ahli diatas telah jelas bahwa keberadaan kebudayaan tidak bias lepas dari pendidikan. Dalam istilah kebudayaan dikenal istilah transmisi kebudayaan yang mana proses dari transmisi kebudayaan ialah melalui proses pendidikan.
Selanjutnya dalam bab 4 dibahas tentang kebudayaan dalam pendidikan. Kebudayaan merupakan dasar dari praksis pendidikan maka tidak hanya proses pendidikan berjiwakan pada kebudayaan nasional, tetapi juga seluruh unsure kebudayaan harus dikenalkan dalam proses pendidikan. Pada bab ini juga disinggung mengenai pendidikan budi pekerti yang perlu direvitalisasi lagi melihat pendidikan moral yang akhir-akhir ini mulai diterlantarkan. Proses Pendidikan tidak boleh terpisah dari proses kebudayaan.
Setelah pembahasan satu persatu mengenai pendidikan dan kebudayaan, paada bab lima dibahas mengenai pendidikan tentang kebudayaan itu sendiri. Keterkaitan antara pendidikan dan kebudayaan menuntut diadakannya program-program tersendiri dalam pelaksanaannya, bukan saja untuk menunjukkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan kebudayaan nasional, tetapi juga kebudayaan nasional perlu diwujudkan atau dikembangkan melalui pendidikan nasional. Dengan kata lain perlu adanya program pendidikan untuk pengenalan dan pengembangan kebudayaan. Salah satu jalan yang strategis ialah dengan menerapkan asas-asas kurikulum yang mampu mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia, dan membudayakannya dilingkungan lembaga-lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal.
Pada bab 6 dijelaskan bahwa kebudayaan pendidikan merupakan gagasan, konsep, yang mendasari praksis pendidikan. Dalam praksis pendidikan di Indonesia budaya intelektualisme dan verbalisme yang merupakan budaya pendidikan colonial masih saja tumbuh subur. Hal ini menyebabkankurangnya ruang pengembangan analisis berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri. Selain itu pada aspek manajemen dan administrasi pelaksanaannya masih begitu kaku sehingga tidak ada ruang bagi otonomi professional.
Pada bab 7 dibahas mengenai konsep manusia berpendidikan dan manusia berbudaya. Kedua konsep tersebut memiliki pengertian yang berbeda bagi tiap-tiap ahli. Menurut H.A.R Tilaar manusia berpendidikan diartikan sebagai manusia yang telah berkembang intelektualnya karena pendidikan. Seseorang yang disebut berbudaya adalah seseorang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai etis dan moral yang hidup didalam kebudayaan tersebut. Yang menarik dalam bab ini juga ada pembahasan mengenai konsep manusia Indonesia. Dalam kehidupan masyarakat selama ini konsep Indonesia masih belum jelas seperti apa, sebab manusia sangat lah kompleks dilihat dari berbagai dimensinya. Dalam buku ini dituliskan pendapat dari penulis bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang berpendidikan dan berbudaya.
Pada bab 8 dan 9 dibahas mengenai masyarakat madani dan pendidikan untuk masyarakat madani Indonesia. Masyarakat madani ialah masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak dan tanggung jawab manusia. Dalam mewujudkan masyarakat madani ini pendidikan di Indonesia haruslah mampu mewujudkan sikap demokratis, toleran, saling pengertian, berakhlak tinggi beriman dan bertaqwa, serta mwujudkan manusia dan masyarakat yang berwawsan global . oleh karena itulah pendidikan Indonesia harus direformasi baik isi kurikulum dan aspek-aspek lain yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan.
Kelebihan buku ini: buku ini isinya cukup komperehensif dalam membahas isu pendidikan dan kebudayaan. Buku yang menawarkan paradigma yang tidak baru dalam pendidikan namun sarat dengan refleksi yang dapat membuka mata pembaca terkait dengan kondisi pendidikan yang harus dibenahi ini ditulis oleh seorang pakar pendidikan yang sudah berpengalaman dengan menggunakan bahasa lugas yang mudah dipahami oleh pembaca, baik akademisi maupun umum.
Kekurangan : tawaran mengenai reformaasi pendidikan maasih bersifat global, kurang menyertakan gagasan yang detail atau lebih spesifik untuk perbaikan praktik pendidikan Indonesia.
09410178
_______________________________________________________________________
Resensi buku PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, DAN MASYARAKAT MADANI INDONESIA
Penulis : Prof. Dr. H.A. R. Tilaar, M,Sc. Ed
Penerbit : PT. remaja Rosyda Karya, Bandung
Tahun terbit : 2002
Tebal Buku : 251 halaman
Buku yang ditulis oleh beliau Prof. Dr. H. A. R Tilaar ini sesuai dengan judulnya membahaas tentang pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani. Isinya tentang teori-teori pendidikan dan masyarakat yang mana teori tersebut dicetuskan oleh para ahlinya baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Prof. Tilaaar mengungkapkan dan membahas secara detail hubungan antara pendidikan dan kebudayaan termasuk hakikat dari pendidikan dan kebudayaan itu sendiri. Selain itu beliau mengambil contoh penerapannya pada Taman Siswa yang didirikan oleh ki Hajar Dewantara untuk memperjelas penerapan teori yang beliau tulis.
Kebudayaan dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan merupakan salah satu produk kebudayaan dan kebudayaan juga merupakan hasil dari pendidikan, keduanya saling mempengaruhi. Beberapa ahli mengungkapkan tentang konsep-konsep manusia ideal yang ingin dibentuk lewat pendidikan.
Secara lebih detail buku ini pada awal pendahuluan mengungkapkan pentingnya reformasi pendidikan nasional.
Selanjutnya pada bab 1 dan 2 menjelaskan tentang hakikat kebudayaan dan pendidikan. Dalam pembahsan hakikat pendidikan disana dijelaskan juga tentang berbagai pendekatan yang dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar, yaitu pendekatan reduksionisme dan yang ke dua adalah pendekatan holistic integrative. Selanjutnya pada bab 2, hakikat kebudayaan dibahas mengenai apa intisari dari kebudayaan. Dan dipaparkan juga mengenai definisi kebudayaan menurut EB Taylor dan Ki Hajar Dewantara dan Koentjaraningrat.
Pada bab 3 dibahas mengenai pendidikan dalam kebudayaan. Dalam pembahasan hakikat kebudayaan telah jelas bahwa pendidikan memiliki peran yang besar terhadap perkembangan kebudayaan. Dalam definisi ketiga ahli diatas telah jelas bahwa keberadaan kebudayaan tidak bias lepas dari pendidikan. Dalam istilah kebudayaan dikenal istilah transmisi kebudayaan yang mana proses dari transmisi kebudayaan ialah melalui proses pendidikan.
Selanjutnya dalam bab 4 dibahas tentang kebudayaan dalam pendidikan. Kebudayaan merupakan dasar dari praksis pendidikan maka tidak hanya proses pendidikan berjiwakan pada kebudayaan nasional, tetapi juga seluruh unsure kebudayaan harus dikenalkan dalam proses pendidikan. Pada bab ini juga disinggung mengenai pendidikan budi pekerti yang perlu direvitalisasi lagi melihat pendidikan moral yang akhir-akhir ini mulai diterlantarkan. Proses Pendidikan tidak boleh terpisah dari proses kebudayaan.
Setelah pembahasan satu persatu mengenai pendidikan dan kebudayaan, paada bab lima dibahas mengenai pendidikan tentang kebudayaan itu sendiri. Keterkaitan antara pendidikan dan kebudayaan menuntut diadakannya program-program tersendiri dalam pelaksanaannya, bukan saja untuk menunjukkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan kebudayaan nasional, tetapi juga kebudayaan nasional perlu diwujudkan atau dikembangkan melalui pendidikan nasional. Dengan kata lain perlu adanya program pendidikan untuk pengenalan dan pengembangan kebudayaan. Salah satu jalan yang strategis ialah dengan menerapkan asas-asas kurikulum yang mampu mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia, dan membudayakannya dilingkungan lembaga-lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal.
Pada bab 6 dijelaskan bahwa kebudayaan pendidikan merupakan gagasan, konsep, yang mendasari praksis pendidikan. Dalam praksis pendidikan di Indonesia budaya intelektualisme dan verbalisme yang merupakan budaya pendidikan colonial masih saja tumbuh subur. Hal ini menyebabkankurangnya ruang pengembangan analisis berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri. Selain itu pada aspek manajemen dan administrasi pelaksanaannya masih begitu kaku sehingga tidak ada ruang bagi otonomi professional.
Pada bab 7 dibahas mengenai konsep manusia berpendidikan dan manusia berbudaya. Kedua konsep tersebut memiliki pengertian yang berbeda bagi tiap-tiap ahli. Menurut H.A.R Tilaar manusia berpendidikan diartikan sebagai manusia yang telah berkembang intelektualnya karena pendidikan. Seseorang yang disebut berbudaya adalah seseorang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai etis dan moral yang hidup didalam kebudayaan tersebut. Yang menarik dalam bab ini juga ada pembahasan mengenai konsep manusia Indonesia. Dalam kehidupan masyarakat selama ini konsep Indonesia masih belum jelas seperti apa, sebab manusia sangat lah kompleks dilihat dari berbagai dimensinya. Dalam buku ini dituliskan pendapat dari penulis bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang berpendidikan dan berbudaya.
Pada bab 8 dan 9 dibahas mengenai masyarakat madani dan pendidikan untuk masyarakat madani Indonesia. Masyarakat madani ialah masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak dan tanggung jawab manusia. Dalam mewujudkan masyarakat madani ini pendidikan di Indonesia haruslah mampu mewujudkan sikap demokratis, toleran, saling pengertian, berakhlak tinggi beriman dan bertaqwa, serta mwujudkan manusia dan masyarakat yang berwawsan global . oleh karena itulah pendidikan Indonesia harus direformasi baik isi kurikulum dan aspek-aspek lain yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan.
Kelebihan buku ini: buku ini isinya cukup komperehensif dalam membahas isu pendidikan dan kebudayaan. Buku yang menawarkan paradigma yang tidak baru dalam pendidikan namun sarat dengan refleksi yang dapat membuka mata pembaca terkait dengan kondisi pendidikan yang harus dibenahi ini ditulis oleh seorang pakar pendidikan yang sudah berpengalaman dengan menggunakan bahasa lugas yang mudah dipahami oleh pembaca, baik akademisi maupun umum.
Kekurangan : tawaran mengenai reformaasi pendidikan maasih bersifat global, kurang menyertakan gagasan yang detail atau lebih spesifik untuk perbaikan praktik pendidikan Indonesia.
Jumat, 15 Juni 2012
LAPORAN TOUR BUDAYA KELOMPOK 4
Kelompok IV
1. Ika Zulaicha
2. Mulatsih
3. Yusuf Anggoro Bhakti
4. Nika Harjanti
5. Rahman Zuhdi
6. Anisa Khabibatus S
7. Difaul Husna
8. Novita Rachmawati
1. Ika Zulaicha
2. Mulatsih
3. Yusuf Anggoro Bhakti
4. Nika Harjanti
5. Rahman Zuhdi
6. Anisa Khabibatus S
7. Difaul Husna
8. Novita Rachmawati
Metode Penelitian:
1. Observasi.
Kami menggunakan metode observasi untuk mengetahui pembelajaran seni di kelas. Adapun kelas yang kami amati adalah kelas XI IPS I pada hari kamis tanggal 10 Mei 2012 pada pukul 07.00 WIB.
2. Wawancara.
Adapun subjek yang kami wawancarai adalah
a. Ibu Sri Rejeki Andadari (Kepala Sekolah)
b. Bapak Zusdi Furi Arianto (guru bidang studi seni musik)
c. Dokumentasi
Dokumentasi yang kami peroleh, terdiri dari:
a. Foto SMA Kolombo
b. Foto-foto kegiatan pembelajaran seni musik di kelas
c. Foto studio musik di SMA Kolombo
Dokumentasi yang kami peroleh, terdiri dari:
a. Foto SMA Kolombo
b. Foto-foto kegiatan pembelajaran seni musik di kelas
c. Foto studio musik di SMA Kolombo
Seni merupakan suatu hal yang merujuk pada keindahan. Seni adalah suatu produk budaya dari sebuah peradaban manusia, yang merupakan sebuah wajah dari suatu kebudayaan bangsa atau sekelompok masyarakat. Seni dapat dikembangkan di dalam lembaga pendidikan, salah satunya di sekolah. Para ahli pendidikan dan sebagian besar para cerdik pandai sepakat bahwa pendidikan seni sangat penting dilaksanakan di setiap jenjang pendidikan.
Perkembangan pendidikan seni di sekolah umum tingkat pendidikan dasar dan menengah dalam sistem pendidikan di Indonesia masih belum menggembirakan, pengelola dan pelaksana pendidikan di kebanyakan sekolah belum memberikan perhatian dengan semestinya. Kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh sistem pendidikan yang memprioritaskan pelajaran-pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional maupun ujian tingkat sekolah. Namun demikian banyak pendidik, budayawan, psikolog, dan para ahli pendidikan telah menyadari bahwa kegiatan seni sangat penting untuk di-laksanakan di sekolah-sekolah dalam mendukung perkembangan siswa dari sisi emosi, perasaan dan kreativitas serta aspek lainnya yang berhubungan dengan pengaktifan fungsi-fungsi pada belahan otak kanan.
Pendidikan seni di sekolah terlaksana melalui dua kegiatan, yakni kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan intrakurikuler terlaksana bersama-sama dengan pelaksanaan pembelajaran bidang studi seni, misalnya seni musik, seni suara, seni rupa, seni sastra, seni kriya, dan sebagainya. Kegiatan ekstra kurikuler terlaksana di luar jam pembelajaran, yakni alokasi waktu khusus untuk melaksanakan pendidikan seni. Dalam kegiatan ekstrakurikuler misalnya dilaksanakan pendidikan seni tari, seni musik, drum band, seni pentas, seni lukis, dan seterusnya.
Sama halnya dengan pembelajaran seni di sekolah lain, pelajaran seni di SMA Kolombo juga terlaksana melalui dua kegiatan, yakni kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstra kurikuler. Adapun Seni yang dikembangkan di SMA Kolombo adalah seni musik. Hal ini merupakan hasil dari kebijakan sekolah, yang memandang bahwa bidang musik memiliki peluang yang lebih besar untuk dikembangkan daripada cabang seni yang lain. Selain itu, sekolah memandang perkembangan trend anak-anak remaja jaman sekarang (SMA) yang mempunyai ketertarikan di bidang musik, dimana musik dianggap mampu menampung kreativitas mereka. Beberapa alasan tersebut menjadi pertimbangan bagi sekolah dalam memilih seni musik sebagai pendalaman materi ajar dalam mata pelajaran seni dan budaya.
Pada praktik pembelajaran seni musik di kelas, siswa tidak hanya diberi teori-teori terkait dengan seni saja, tetapi juga diajarkan tentang cara penggunaan alat-alat musik serta latihan menggunakannya. Untuk mata pelajaran seni musik di SMA kolombo ini tujuan dari pembelajaran yang ingin dicapai sebatas siswa dapat memainkan instrument atau alat-alat musik yang tersedia di sekolah. Siswa tidak dituntut untuk menguasai alat musik secara professional, sebab dari pihak sekolah sendiri menyadari bahwa bakat dan minat setiap siswa berbeda-beda.
Pihak sekolah juga mendukung pengembangan bidang seni yang menjadi pilihan mereka terbukti dengan tersedianya studio musik di sekolah itu. Studio musik ini dapat diakses oleh semua siswa, namun pada kenyataannya hanya siswa yang aktif pada kegiatan ekstra kurikuler musik lah yang sering menggunakannya. Kebanyakan siswa menyalurkan hobi bermusiknya diluar sekolah, misalnya dengan mendirikan grup band, dan mereka sering berlatih di studio music umum atau distudio rumah kepala sekolah. Meskipun bidang seni yang diambil di SMA Kolombo adalah seni musik, namun dalam pembelajaran juga diberikan materi tentang apresiasi puisi, musikalisasi puisi dan pembuatan makalah tentang seni.
Adapun manfaat dan tujuan dari adanya seni musik di SMA Kolombo ini adalah untuk mengembangkan minat dan bakat siswa, serta membekali keterampilan musik bagi mereka. Selain itu, dengan adanya seni musik di sekolah juga dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk refreshing anak agar tidak jenuh.
Selain kegiatan intra, pelajaran seni musik juga dijadikan sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Untuk putri diarahkan ke paduan suara, untuk yang putra biasanya cenderung ke band. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan untuk putri ikut membentuk band dan begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran seni musik, terdapat beberapa hambatan yang dialami dalam mengajar antara lain:
1. sarana prasarana kurang memadai dan ada beberapa alat yang tidak terawat, misalnya hanya terdapat
unit gitar, alat-alat banyak yang rusak karena tidak terawat (keyboard, gitar).
2. Minat siswa cukup besar, tapi belum bisa mahir, sehingga apresiasi mereka hanya bernyanyi sendiri-
sendiri
3. Ada beberapa siswa yang sangat pasif ketika mengikuti pelajaran seni musik, hal ini dikarenakan
memang kondisi anak yang pendiam, ataupun kurang berminat terhadap seni musik.
Pendidikan seni di sekolah terlaksana melalui dua kegiatan, yakni kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan intrakurikuler terlaksana bersama-sama dengan pelaksanaan pembelajaran bidang studi seni, misalnya seni musik, seni suara, seni rupa, seni sastra, seni kriya, dan sebagainya. Kegiatan ekstra kurikuler terlaksana di luar jam pembelajaran, yakni alokasi waktu khusus untuk melaksanakan pendidikan seni. Dalam kegiatan ekstrakurikuler misalnya dilaksanakan pendidikan seni tari, seni musik, drum band, seni pentas, seni lukis, dan seterusnya.
Sama halnya dengan pembelajaran seni di sekolah lain, pelajaran seni di SMA Kolombo juga terlaksana melalui dua kegiatan, yakni kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstra kurikuler. Adapun Seni yang dikembangkan di SMA Kolombo adalah seni musik. Hal ini merupakan hasil dari kebijakan sekolah, yang memandang bahwa bidang musik memiliki peluang yang lebih besar untuk dikembangkan daripada cabang seni yang lain. Selain itu, sekolah memandang perkembangan trend anak-anak remaja jaman sekarang (SMA) yang mempunyai ketertarikan di bidang musik, dimana musik dianggap mampu menampung kreativitas mereka. Beberapa alasan tersebut menjadi pertimbangan bagi sekolah dalam memilih seni musik sebagai pendalaman materi ajar dalam mata pelajaran seni dan budaya.
Pada praktik pembelajaran seni musik di kelas, siswa tidak hanya diberi teori-teori terkait dengan seni saja, tetapi juga diajarkan tentang cara penggunaan alat-alat musik serta latihan menggunakannya. Untuk mata pelajaran seni musik di SMA kolombo ini tujuan dari pembelajaran yang ingin dicapai sebatas siswa dapat memainkan instrument atau alat-alat musik yang tersedia di sekolah. Siswa tidak dituntut untuk menguasai alat musik secara professional, sebab dari pihak sekolah sendiri menyadari bahwa bakat dan minat setiap siswa berbeda-beda.
Pihak sekolah juga mendukung pengembangan bidang seni yang menjadi pilihan mereka terbukti dengan tersedianya studio musik di sekolah itu. Studio musik ini dapat diakses oleh semua siswa, namun pada kenyataannya hanya siswa yang aktif pada kegiatan ekstra kurikuler musik lah yang sering menggunakannya. Kebanyakan siswa menyalurkan hobi bermusiknya diluar sekolah, misalnya dengan mendirikan grup band, dan mereka sering berlatih di studio music umum atau distudio rumah kepala sekolah. Meskipun bidang seni yang diambil di SMA Kolombo adalah seni musik, namun dalam pembelajaran juga diberikan materi tentang apresiasi puisi, musikalisasi puisi dan pembuatan makalah tentang seni.
Adapun manfaat dan tujuan dari adanya seni musik di SMA Kolombo ini adalah untuk mengembangkan minat dan bakat siswa, serta membekali keterampilan musik bagi mereka. Selain itu, dengan adanya seni musik di sekolah juga dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk refreshing anak agar tidak jenuh.
Selain kegiatan intra, pelajaran seni musik juga dijadikan sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Untuk putri diarahkan ke paduan suara, untuk yang putra biasanya cenderung ke band. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan untuk putri ikut membentuk band dan begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran seni musik, terdapat beberapa hambatan yang dialami dalam mengajar antara lain:
1. sarana prasarana kurang memadai dan ada beberapa alat yang tidak terawat, misalnya hanya terdapat
unit gitar, alat-alat banyak yang rusak karena tidak terawat (keyboard, gitar).
2. Minat siswa cukup besar, tapi belum bisa mahir, sehingga apresiasi mereka hanya bernyanyi sendiri-
sendiri
3. Ada beberapa siswa yang sangat pasif ketika mengikuti pelajaran seni musik, hal ini dikarenakan
memang kondisi anak yang pendiam, ataupun kurang berminat terhadap seni musik.
Kamis, 14 Juni 2012
Laporan penelitian
study tour budaya
Di SMAN 5 YOGYAKARTA
Tugas ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan
Budaya dan Seni dalam PAI
Oleh kelompok 5 PAI D
Salistia Muniroh (09410185)
Rohmat Ainun Najib (09410188)
Moh Imam Tobroni (09410191)
Ta’riful Aziz (09410198)
Ahmad Taib (09410200)
Eri Alvan (09410228)
Sadam Fajar Shodiq (09410239)
Alifah Asih R (09410240)
Zizah Nurhana (09410242)
SMAN 5 YOGYAKARTA
Profil Sekolah
v Terletak di jalan Nyi Pambayun, Kotagede, Yogyakarta
v Berdiri pada tanggal 17 September 1949
v Visi
“Menciptakan manusia
yang memilki citra moral, citra kecendiakawanan, citra kemandirian, dan
berwawasan lingkungan berdasarkan atas ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa”
v Misi
- Terbentuknya insan pelajar yang memiliki moral, perilaku yang baik, berbudi pekerti luhur berbudaya bangsa Indonesia dan berakhlakul karimah berdasarkan aturan-aturan yang berlaku baik di kalangan masyarakat, sekolah, negara/maupun agama.
- Terbentuknya generasi yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berjiwa patriotis, nasionalis tanpa mengabaikan nilai-nilai moral serta nilai-nilai luhur kebangsaan maupun keagamaan.
- Terbentuknya generasi yang berjiwa mandiri, senang beraktivitas dan berkreatifitas untuk menatap kehidupan masa depan yang lebih cerah dalam menghadapi berbagai tantangan di era kompetisi dan globalisasi
v Slogan “Trus Hakarya
Ruming Praja” mengandung
makna agar nantinya para warga SMA 5 Yogyakarta terus bekarya demi keharuman
Negara dan Bangsa.
• Terdiri atas dua jurusan (IPA dan IPS )
Seni Tari
Sejak tahun 2004
- Tujuan
- Memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada siswa tentang dunia tari
- Mengasah kreativitas siswa dalam bidang tari
- Masuk dalam mata pelajaran dan ekstrakulikuler
- Tari diajarkan kepada siswa kelas X dan XI IPS
Kelas X
Teori, tari
bertemakan Islam (tari Montrok), menghafalkan jenis-jenis tari, membuat pola
lantai (kelompok), presentasi kelompok
Kelas XI IPS
Teori, praktek
tari Nusantara, membuat drama tari yang mana siswa mencari bahan sendiri
(kelas), pentas.
Seni Rupa
Ø Tujuan
seni
=> Apresiasi – Ekspresi - Estetis =
“Simpati”
Ø Masuk
dalam mata pelajaran seni bagi kelas XI IPA dan XII
Ø Terdiri
atas seni batik, lukis, grafis
Selasa, 08 Mei 2012
Selasa, 17 April 2012
PARADIGMA KEBUDAYAAN ISLAM
RESENSI BUKU
Agus Sulistiyo Hadi
09410154
PARADIGMA
KEBUDAYAAN ISLAM
A.
IDENTITAS BUKU
Judul Buku :
Paradigma Kebudayaan Islam
Pengarang :
Faisal Ismail
Tahun Terbit :
1988
Kota/ Penerbit :
Yogyakarta: Titian Ilahi Press
Jumlah Halaman : 202
halaman
B.
SINOPSIS
BAG.1 (POTRET KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA)
Menurut
W.S Rendra, keberadaan umat Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Tidak fungsional dalam artian sosok dan peran serta umat
Islam dalam masyarakat sangat kecil.
2.
Mengalami kemunduran dalam bidang budaya dan science
3.
Cenderung tertutup terhadap kritik dan saran dari luar
Dalam bagian ini juga dijelaskan bahwa Fanatisme madzhab
menjadi salah satu biang krisis bangsa. Fanatisme tersebut merupakan kelanjutan
dari politik devide et impera pada rezim penjajah. Tertutupnya suatu
madzhab terhadap madzhab lain menjadi pemicu pertikaian di antara mereka.
Disamping masih terkungkung dalam pemahaman fanatis, umat Islam juga kurang
antusias terhadap persoalan-persoalan kultural. Maka dapat dikatakan perhatian
umat Islam terhadap kebudayaan di Indonesia “nol besar”. Padahal Islam
adalah nilai esensi, isi, dan pemahaman yang harus memancar dan menjiwai
kreativitas dan produk budaya dan kebudayaan.
Aspek lain penyebab krisis budaya Islam adalah pandangan bahwa Islam
hanya sebagai “Ibadat” saja dalam pengertian sempit. Padahal lingkup
Islam sangat luas meliputi seluruh segi kehidupan baik dunia, akhirat,
sosiokultural, seni, ekonomi, politik, dsb.
Menghadapi berbagai persoalan di atas maka harus diadakan strategi
kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam. Ari Baswedan mengatakan dalam simposium
musium pendidikan Islam (Oktober 1980) bahwa pengembangan musium budaya Islam
harus diiringi dan ditunjang oleh kebudayaan. Pemikiran inilah yang
melatarbelakangi lahirnya “ strategi kebudayaan dalam menyongsong pembaharuan
pendidikan Islam”.
Mukti Ali menyebutkan 3 kekurangan universitas Islam, yakni :
kekurangan dalam penguasaan bahasa, metode sistem setiap disiplin ilmu, dan
mentalitas keilmuan.
Menyikapi hal ini, Pakar Perbandingan Agama menyatakan bahwa ada 6
hal pokok yang harus diajarkan oleh Perguruan Tinggi Islam yakni : prinsip
perubahan masyarakat, menumbuhkan berpikir kritis dan jiwa optimisme,
mengajarkan methode of approach (cara untuk memecahkan masalah),
menanamkan disiplin intelektual, serta menumbuhkan budaya gemar membaca.
Gagasan Gazalba yang selalu ditorehkan dalam setiap karyanya adalah
“agama dan kebudayaan adalah setingkat”. Ia juga berpendapat bahwa “ijtihad merupakan
hukum sekularisasi Islam” akan
tetapi gagasan Gazalba ini ditolak sebagian masyarakat sebab dipandang
bertentangan dengan nilai-nilai Islam
Melihat hal ini, maka perlu diadakan
pembaharuan dalam studi keilmuan Islam di universitas-universitas Islam sebab
kualitas universitas Islam sangat menentukan mutu pendidikan masa depan.
BAG.
2 KEBERIMANAN DAN KEBERSENIMANAN
Dalam forum diskusi fakultas Adab dan Kebudayaan UIN Sunan
Kalijaga, diperoleh kesepakatan bahwa “ kesenian hendaknya harus dikaitkan
dengan agama agar tidak terlalu liberal”. Umat Islam di Indonesia miskin
akan kesenian. Hal ini disebabkan faktor-faktor diantara : kesenian umat Islam
berjalan secara tradisional, kurang kreatif, inovatif, variatif, serta
keinggalan dalam bobot kualitas. Kesenian memiliki subordinasi positif,
dan negatif terhadap agama. Salah satu subordinasi negatif adalah
ketegangan antara nilai-nilai agama termasuk hukum-hukumnya yang keras dengan
nilai-nilai kesenian yang longgar. Sementara subordinasi positif nya
adalah dasar kuat untuk memperkembangkan kesenian karena kesenian selalu
mengandung nilai-nilai.
Seorang seniman mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapkan
imajinasinya atau dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Seorang penyair misalnya
menunjukkan suatu pemberontakan akan belenggu jiwa dengan berimajinasi
seolah-olah melawan kehendak Tuhan. Atau seorang penyair melakukan cara
penghayatan intens sehingga terjadi “ manunggaling kawula Gusti”
(bersatunya hamba dan Tuhan dalam realitas tunggal. Dalam hal ini penyair
terkesan liberal, menuntut “kebebasan berimajinasi dalam mencipta”
Dalam mengungkapkan imajinasi, seorang seniman terkadang
mempersonifikasikan sosok-sosok yang diagungkan dalam Islam. Misal, imajinasi
Nabi Muhammad SAW dalam cerita “Langit Makin Mendung (dalam novel Satanic
Verses). Tak jarang pula seorang penyair mengatakan bawa “penafsiran
tentang Tuhan tidak boleh dimonopoli”. Dan disambung dengan pernyataan “ saya
jangan ditanya, apakah saya ber-Tuhan atau tidak, itu urusan pribadi saya.”
Ungkapan penyair maksudnya adalah memberikan kejelasan bahwa Tuhan yang
dimaksud adalah Tuhan yang terdapat dalam “mind” atau pikirannya bukan bukan Tuhan yang
hidup, bukan Tuhan yang menjadi sasaran kita dalam beribadat.
Menghadapi kasus seperti di atas seseorang selain mengasah daya
kreativitas intuisi dan imajinasinya dalam berkarya, hal yang paling penting
adalah mendalami penghayatan dan pengamalan agama secara intens, sehingga
terdapat keseimbangan antara emosi dan akal, dalam artian terjadi keselarasan
antara kebersenimanan dan keberimanan.
BAG.
3 ( ISLAM, MODERNITAS, DAN MORALITAS)
Dunia mode terus mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.
Mulai dari mode jadul, pertengahan, hingga modern. Sebagai contoh mode pakaian,
yang dulunya hanya berorientasi untuk menutup aurat, kini menjadi media promosi
aurat. Dari yang dulunya berlengan panjang, memendek dan terus memendek hingga
tak berlengan. Budaya westernisasi ini semakin mewabah terutama di kalangan
remaja. Terlebih lagi dengan adanya kontes “ratu kecantikan” yang menampilkan
keseksian para wanita dengan kostumnya yang vulgar. Sebagian orang
berpendapat bahwa hal tersebut bernilai estetik tinggi. Yang menjadi
pertanyaan di sini adalah mengapa justru aurat yang dipertontonkan ? bukan soft
skill atau kecerdasan intelektual saja?
Kasus di atas adalah penyebab degradasi moral yang sering
disebut sebagai penyakit mental epidemik yang menjangkiti para
konsumennya. Islam memberikan kelonggaran bahkan kebebasan dalam hal
cipta-mencipta mode. Akan tetapi mode dapat dicipta sesuai dengan keperluan,
kebutuhan, situasi dan kondisi, namun harus dalam batas-batas moral Islam.
Agama Islam juga berfungsi sebagai
alternatif terhadap berbagai permasalahan sosial budaya. Sebagai contoh, di
Amerika Serikat terdapat sekelompok anak jalanan yang menamakan diri mereka “The
Flower Children” yang menginginkan
kedamaian dan perlindungan di dunia. Di samping itu juga terdapat seorang
wisudawan dengan nilai cumlaude merobek ijazahnya sebab merasa bahwa
ilmu yang selama ini ia dapatkan tidak mampu menjawab persoalan-persoalan yang
ia hadapi. Ia merasa di tengah majunya iptek di negaranya belum cukup untuk
membebaskan negaranya dari perang dan mengisi jiwanya yang kering akan
pengetahuan spiritual.
Permissive
society merupakan
produk sekularisme, suatu faham yang mengabaikan, melepaskan dan menanggalkan
norma-norma agama, nilai moral dan agama. Mereka tidak mengakui “absolute
standard of behaviour” sehingga
terjadilah moral chaos (kekacauan
moral) dan lebih jauh lagi membawa mereka kepada keadaan “lawless society” (masyarakat
tanpa hukum). Sebagai contoh, di AS, pada tahun 1969 diperkirakan 400.000
kelahiran tidak syah sebab berasal dari seks bebas, hubungan gelas, dsb.
Dalam hal ini agama berfungsi ntuk mengatur, membimbing hidup dan kehidupan
manusia. Islam telah membuat garis demarkasi antara “ yang ma’ruf dan yang
munkar, yang halal dan haram, dsb”. Maka jelaslah bahwa permissive society sangat bertentangan dengan Islam.
Perbedaan
mendasar antara moralitas Islam dan moralitas baru adalah: Moralitas Islam merupakan
standar dan ukuran baik dan buruk yang telah ditetapkan Islam sejak kurun
Muhammad SAW yang berlaku hingga sekarang bahkan sepanjang masa. Misal,
perzinaan dilarang, berarti untuk selamanya dilarang. Moralitas baru
merupakan sistem yang berkembang dalam budaya
masyarakat Barat dan tidak didasarkan pada kepercayaan tentang Tuhan dan
akhirat. Misal, budaya permissivme, beberapa citra kehidupan seksual seperti lesbianisme,
incest, masochisme, dsb.
Menurut
Kuntcoroningrat, modernisasi merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan
suatu bangsa atau negara untuk “menyesuaikan diri” dengan konstelasi
dunia pada suatu kurun tertentu di mana bangsa tersebut hidup. Sedangkan
westernisasi adalah meniru dan mengadaptasi gaya hidup Barat, meniru-niru dan
mengambil alih cara hidup Barat. Keduanya sering mengalami kekacauan makna
sehingga diperlukan pemahaman khusus terhadap keduanya. Penerapan modernisasi
yang salah dilakukan oleh negara Turki dan Iran. Pada tahun 1924, Mustafa Kemal
Pasha, perdana menteri Turki mengadakan pembangunan dengan menerapkan
konsep-konsep Barat. Ia mengganti hukum Islam dengan sistem hukum Swiss.
Hakim-hakim dilucuti dan dilebur dalam peradilan sekuler. Sementara Iran pada
rezim M. Reza Pahlevi mengadakan praktik modernisasi besar-besaran yakni
menciptakan perbaikan-perbaikan sosial ekonomi secara selektif.
Manusia modern
merupakan manusia yang bercirikan sebagai berikut :
a.
Siap sedia mengambil pelajaran baru dan terbuka untuk pembaharuan,
invasi, dan perubahan.
b.
Mampu menganalisis permasalahan sampai ke akarnya.
c.
Bersikap demokratis.
d.
Berorientasi ke masa
sekarang dan masa depan.
e.
Terencana dan terorganisasi
f.
Memiliki optimisme tinggi bahwa dunia ini dapat diperhitungkan, dan
orang-orang di sekitarnya dapat diandalkan
g.
Respek terhadap martabat orang lain
h.
Percaya pada iptek sebagai secara teoritis dan praktis
i.
Percaya pada keadilan terbagi (distributive justice) dalam
artian bahwa pahala sesuai dengan kerja keras.
BAG.
4 ISLAM DAN KEBUDAYAAN GLOBAL
Pada masa daulah Umayah hingga Abbasiyah Islam mengalami masa
kejayaan. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa peninggalan baik yang berupa
fisik, (misal masjid Cordova, Masjid Agung Al-Hamra, perpustakaan Baitul Hikmah
dsb) maupun peninggalan dalam bidang keilmuan, seperti Ibnu Sina (kedokteran),
Khawaritsmi (matematika), Al-Hakam (bidang ilmu pengetauan dan kesusasteraan),
Ibnu Rusyd, dsb.
Pada abad 8-13 Masehi, Islam berada di atas panggung kejayaan dan
kebudayaan dunia. Menurut catatan Hitti, seorang sarjana Libanon, Umat Islam
telah berjasa dalam menyeberangkan “warisan kebudayaan klasik Yunani kepada
Eropa (munculnya Aristoteles, Plato,
Galenus, dll)” serta mengantarkan bangsa Eropa menyambut abad Renaissance.
Salah satu sumbangan terbesar umat Islam adalah
menterjemahkan karya-karya Yunani dengan bahasa Arab, dan sebaliknya
bangsa Eropa menterjemahkan karya-karya Islam ke bahasa Yunani.
Akan tetapi, dewasa ini umat Islam menalami suatu krisis yang
berkepanjangan sebagaimana diungkapkan Mukti Ali :”Krisis dunia dan ancaman
yang mengancam umat manusia adalah krisis rohani dan kekosongan moral”. Apabila
di zaman 8-13 umat Islam berada di puncak keemasan, maka di era modern ini umat
Islam berada di abad “kecemasan”. Siklus industrialisme, hedonisme, dan
materialisme memberikan gambaran bahwa manusia saat ini kembali ke masa
jahiliyah. Budaya-budaya yang ada saat ini tidak mencerminkan kekhasan Islam
namun justru bernilai pola masyarakat Barat. Suatu alternatif peradaban telah
diramalkan oleh F.C.S Northop bahwa
peradaban yang akan datang adalah “persenyawaan yang selaras dari estetik
teoritik. (integral as harmonius of the aesthetic-theoritic) yakni
peradaban yang bertumpu pada suatu sistem super keagamaan ideal.
Dinamika kebudayaan Islam akan terus mewarnai dunia.
Organisasi-organisasi Islam Internasional seperti World Muslim Congres
(Karachi),Rabithah All-Islamy (World Muslim League di Mekah) A’la al ‘Alamy
Lil-Masaajid (Dewan Masjid sedunia) memperluas penyebaran ajaran Islam melalui brosur-brosur taraf
Internasional. Sementara itu, di London juga diadakan Festival Dunia Islam yang
berisi pameran hasil-hasil pemikiran keagamaan, kesenia, literatur, arsitektur,
musik, dan karya-karya umat Islam yang lain.
Menghadapi realita ini, Charles J. Adams seorang guru besar dari
McGill University mengatakan bahwa “Tercapainya kemerdekaan politik dan
berkembangnya kesadaran nasional di kalangan umat Islam disertai satu renaissance
kebudayaan.” Toynbee mengatakan pula bahwa Islam harus tampil untuk
menolong peradaban dunia dan menolong seluruh dunisa kemanusiaan karena misi
utama Islam sebagaimana diungkapkan Al-Qur’an adalah memberi rahmat bagi
seluruh ummat manusia.
C.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
a.
Kelebihan
Buku
yang berjudul Paradigma Islam Indonesia memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya :
·
Pembahasan mengangkat isu-isu aktual sehingga menimbulkan daya
tarik yang kuat bagi para pembaca untuk menyelami dan memahami buku tersebut.
·
Bahasa yang dipergunakan dalam penulisan buku ini mudah untuk
dipahami.
b.
Kekurangan
·
Di dalam buku terdapat beberapa penggunaan istilah-istilah asing
yang tidak dijelaskan secara definitif sesuai konteksnya sehingga pembaca
harus mencari tahu konsep dari istilah
tersebut untuk memahami konteks kalimat tersebut.
·
Isi buku dominan mengutip pendapat para ahli, pendapat dari penulis
sangat sedikit dimunculkan di sini.
Senin, 16 April 2012
ASAS KEBUDAYAAN ISLAM
Judul Buku : ASAS KEBUDAYAAN ISLAM
Pengarang : Drs.Sidi
Gazalba
Penerbit : Bulan
Bintang
Tahun Terbit : 1978
Tebal Buku : 334 halaman
Peresensi : Ta’riful
Azis
NIM Perensensi : 09410198
ASAS KEBUDAYAAN ISLAM
- Hubungan antara Iman-Agama-Kebudayaan
Intisari agama adalah tata hubungan manusia dengan Tuhan. Dalam Islam
tata hubungan itu dilaksanakan oleh rukun Islam. Setelah manusia beriman, Tuhan
menyuruhnya mengerjakan rukun Islam. Rukun ini mendidik ketaatan dan penyerahan
diri, sehingga kedua unsure ini menjadi tabiatnya.
Rukun Islam, Ikhsan, Ikhlas dan
taqwa, merupakaj asas agama Islam. Dengan sikap hidup taqwa muslim (yang
mengerjakan rukun Islam) melakukan apa yang disuruh dan menjauhi apa yang
dilarang Tuhan. Menghadapi tiap perkara dalam kehidupan yang luas ini, selalu
Muslim berpegang pada suruhan dan larangan itu. Sikap hidup demikian membentuk
cara hidup. Dan cara hidup itu adalah kebudayaan.
Dari uraian tersebut tersimpul
antara aqidah, agama, dan kebudayaan terjalin saling-hubungan. Agama tegak
berasaskan ‘aqidah dan kebudayaan tegak atas asas agama. Kalau kita misalkan
Islam itu bangunan, aqidah itu fondamennya, tiang-tiang dan dinding merupakan
agama; pintu, jendela, dan atap adalah kebudayaan.
Kebudayaan ialah cara berfikir dan
cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok
manusia yang membentuk kesatuan social dalam suatu ruang dan waktu. Kebudayaan
dibentuk oleh masyarakat. Hakikat masyarakat adalah hubungan manusia dengan
manusia. Untuk hidup bekerjasamadan hidup bersama kelompok manusia memerlukan
tata. Tata hubungan manusia inilah sesungguhnya yang disebut kebudayaan.
Kebudayaan itu dapat dipandang
sebagai lawan agama. Konfrontasi kebudayaan dengan agama melahirkan paham
sekularisme. Tetapi dalam ajaran Islam kedua yang berlawanan itu diintegrasikan
dalam Ad-Din didalam mana kebudayaan dipancarkan oleh agama karena itu ia
takluk kepadanya. Ilmu manusia (antropologi) memandang kebudayaan sebagai khas
manusia.
Pada manusialah kita temukan tingkat kehidupan yang tertinggi,
mengatasi ruang dan waktu perbedaan kehidupannya ternyata pada kebudayaan :
- Hewan tidak kenal perkawinan; manusia membentuk ikatan perkawinan, melahirkan ikatan dan hubungan kekerabatan,
- hewan membatasi keperluannya pada apa yang telah sedia ada; manusia melakukan produksi, distribusi, dan konsumsi dari pada keperluan-keperluan,
- hewan tidak bermasyarakat; manusia membentuk masyarakat dan mengatur masyarakat itu untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan,
- hewan tidak menemukan pengetahuan atau menciptakannya; manusia membentuk pengatahuan dari pengalaman dan melakukan kajian untuk menemukan pengetahuan,
- hewan tidak berfikir; manusia bukan saja berfikir tapi dapat berfikir sistematis, radikal dan universal.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan sempat tingkat alam:
- alam benda mati
- alam tumbuhan
- alam hewan
- alam manusia.
Apakah itu kesenian? Indah, bagus,
cantik adalah kata-kata yang paling banyak dan paling umum diucapkan tapi yang
sukar untuk diberikan pengertian. Kesenian adalah usaha untuk membentuk
kesenangan. Indah dalam nilai bersifat ideal, ia bukan kata karena itu tidak
ada eksistensinya. Objek kesenian ialah karya, lantunannya ialah perasaan
senang pada diri orang yang mengalami karya itu. Karya itu ialah ciptaan
bentuk. Bentuk itu diciptakan dalam usaha menimbulkan kesenangan. Maka
sampailah kita pada takrif “usaha menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan”.
Sekalipun kedudukan kesenian di
dalam kebudayaan dan bukan dalam agama, namun gejala-gejala kesenian kita
temukan dalam lapangan agama. Adalah umum sekali orang melagukan bacaan Qur’an
bahkan diadakan pula lomba baca Qur’an yang salah satu unsure penilaiannya
adalah unsure lagunya. Membaguskan bacaan Qur’an ialah dalam rangka membaguskan
Qur’an itu sendiri:
“hendaklah
kamu baguskan akan Qur’an dengan suaramu, karena suara yang bagus itu menambah
kebagusan Qur’an” (Hadits Riwayat Al-Hakim, Ad-Darimy dan Ibnu Nasar ).
Dipandang dari kacamata kesenian
Qur’an mengandung nilai sastra yangkalau diukur dari sudut kesenian adalah
sempurna. Semenjak Al-Qur’an diturunkan dicoba oleh manusia membuat karya yang
senilai sastranya dengan Al-Qur’an dan ternyata gagal. Sekalipun ayat-ayat
Tuhan mengandung sastra, namun ia bukanlah karya sastra:
“ Dan Kami
tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak
baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi
penerangan.” (Q.S.36 : 69).
Langganan:
Postingan (Atom)