RESENSI BUKU
Agus Sulistiyo Hadi
09410154
PARADIGMA
KEBUDAYAAN ISLAM
A.
IDENTITAS BUKU
Judul Buku :
Paradigma Kebudayaan Islam
Pengarang :
Faisal Ismail
Tahun Terbit :
1988
Kota/ Penerbit :
Yogyakarta: Titian Ilahi Press
Jumlah Halaman : 202
halaman
B.
SINOPSIS
BAG.1 (POTRET KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA)
Menurut
W.S Rendra, keberadaan umat Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Tidak fungsional dalam artian sosok dan peran serta umat
Islam dalam masyarakat sangat kecil.
2.
Mengalami kemunduran dalam bidang budaya dan science
3.
Cenderung tertutup terhadap kritik dan saran dari luar
Dalam bagian ini juga dijelaskan bahwa Fanatisme madzhab
menjadi salah satu biang krisis bangsa. Fanatisme tersebut merupakan kelanjutan
dari politik devide et impera pada rezim penjajah. Tertutupnya suatu
madzhab terhadap madzhab lain menjadi pemicu pertikaian di antara mereka.
Disamping masih terkungkung dalam pemahaman fanatis, umat Islam juga kurang
antusias terhadap persoalan-persoalan kultural. Maka dapat dikatakan perhatian
umat Islam terhadap kebudayaan di Indonesia “nol besar”. Padahal Islam
adalah nilai esensi, isi, dan pemahaman yang harus memancar dan menjiwai
kreativitas dan produk budaya dan kebudayaan.
Aspek lain penyebab krisis budaya Islam adalah pandangan bahwa Islam
hanya sebagai “Ibadat” saja dalam pengertian sempit. Padahal lingkup
Islam sangat luas meliputi seluruh segi kehidupan baik dunia, akhirat,
sosiokultural, seni, ekonomi, politik, dsb.
Menghadapi berbagai persoalan di atas maka harus diadakan strategi
kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam. Ari Baswedan mengatakan dalam simposium
musium pendidikan Islam (Oktober 1980) bahwa pengembangan musium budaya Islam
harus diiringi dan ditunjang oleh kebudayaan. Pemikiran inilah yang
melatarbelakangi lahirnya “ strategi kebudayaan dalam menyongsong pembaharuan
pendidikan Islam”.
Mukti Ali menyebutkan 3 kekurangan universitas Islam, yakni :
kekurangan dalam penguasaan bahasa, metode sistem setiap disiplin ilmu, dan
mentalitas keilmuan.
Menyikapi hal ini, Pakar Perbandingan Agama menyatakan bahwa ada 6
hal pokok yang harus diajarkan oleh Perguruan Tinggi Islam yakni : prinsip
perubahan masyarakat, menumbuhkan berpikir kritis dan jiwa optimisme,
mengajarkan methode of approach (cara untuk memecahkan masalah),
menanamkan disiplin intelektual, serta menumbuhkan budaya gemar membaca.
Gagasan Gazalba yang selalu ditorehkan dalam setiap karyanya adalah
“agama dan kebudayaan adalah setingkat”. Ia juga berpendapat bahwa “ijtihad merupakan
hukum sekularisasi Islam” akan
tetapi gagasan Gazalba ini ditolak sebagian masyarakat sebab dipandang
bertentangan dengan nilai-nilai Islam
Melihat hal ini, maka perlu diadakan
pembaharuan dalam studi keilmuan Islam di universitas-universitas Islam sebab
kualitas universitas Islam sangat menentukan mutu pendidikan masa depan.
BAG.
2 KEBERIMANAN DAN KEBERSENIMANAN
Dalam forum diskusi fakultas Adab dan Kebudayaan UIN Sunan
Kalijaga, diperoleh kesepakatan bahwa “ kesenian hendaknya harus dikaitkan
dengan agama agar tidak terlalu liberal”. Umat Islam di Indonesia miskin
akan kesenian. Hal ini disebabkan faktor-faktor diantara : kesenian umat Islam
berjalan secara tradisional, kurang kreatif, inovatif, variatif, serta
keinggalan dalam bobot kualitas. Kesenian memiliki subordinasi positif,
dan negatif terhadap agama. Salah satu subordinasi negatif adalah
ketegangan antara nilai-nilai agama termasuk hukum-hukumnya yang keras dengan
nilai-nilai kesenian yang longgar. Sementara subordinasi positif nya
adalah dasar kuat untuk memperkembangkan kesenian karena kesenian selalu
mengandung nilai-nilai.
Seorang seniman mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapkan
imajinasinya atau dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Seorang penyair misalnya
menunjukkan suatu pemberontakan akan belenggu jiwa dengan berimajinasi
seolah-olah melawan kehendak Tuhan. Atau seorang penyair melakukan cara
penghayatan intens sehingga terjadi “ manunggaling kawula Gusti”
(bersatunya hamba dan Tuhan dalam realitas tunggal. Dalam hal ini penyair
terkesan liberal, menuntut “kebebasan berimajinasi dalam mencipta”
Dalam mengungkapkan imajinasi, seorang seniman terkadang
mempersonifikasikan sosok-sosok yang diagungkan dalam Islam. Misal, imajinasi
Nabi Muhammad SAW dalam cerita “Langit Makin Mendung (dalam novel Satanic
Verses). Tak jarang pula seorang penyair mengatakan bawa “penafsiran
tentang Tuhan tidak boleh dimonopoli”. Dan disambung dengan pernyataan “ saya
jangan ditanya, apakah saya ber-Tuhan atau tidak, itu urusan pribadi saya.”
Ungkapan penyair maksudnya adalah memberikan kejelasan bahwa Tuhan yang
dimaksud adalah Tuhan yang terdapat dalam “mind” atau pikirannya bukan bukan Tuhan yang
hidup, bukan Tuhan yang menjadi sasaran kita dalam beribadat.
Menghadapi kasus seperti di atas seseorang selain mengasah daya
kreativitas intuisi dan imajinasinya dalam berkarya, hal yang paling penting
adalah mendalami penghayatan dan pengamalan agama secara intens, sehingga
terdapat keseimbangan antara emosi dan akal, dalam artian terjadi keselarasan
antara kebersenimanan dan keberimanan.
BAG.
3 ( ISLAM, MODERNITAS, DAN MORALITAS)
Dunia mode terus mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.
Mulai dari mode jadul, pertengahan, hingga modern. Sebagai contoh mode pakaian,
yang dulunya hanya berorientasi untuk menutup aurat, kini menjadi media promosi
aurat. Dari yang dulunya berlengan panjang, memendek dan terus memendek hingga
tak berlengan. Budaya westernisasi ini semakin mewabah terutama di kalangan
remaja. Terlebih lagi dengan adanya kontes “ratu kecantikan” yang menampilkan
keseksian para wanita dengan kostumnya yang vulgar. Sebagian orang
berpendapat bahwa hal tersebut bernilai estetik tinggi. Yang menjadi
pertanyaan di sini adalah mengapa justru aurat yang dipertontonkan ? bukan soft
skill atau kecerdasan intelektual saja?
Kasus di atas adalah penyebab degradasi moral yang sering
disebut sebagai penyakit mental epidemik yang menjangkiti para
konsumennya. Islam memberikan kelonggaran bahkan kebebasan dalam hal
cipta-mencipta mode. Akan tetapi mode dapat dicipta sesuai dengan keperluan,
kebutuhan, situasi dan kondisi, namun harus dalam batas-batas moral Islam.
Agama Islam juga berfungsi sebagai
alternatif terhadap berbagai permasalahan sosial budaya. Sebagai contoh, di
Amerika Serikat terdapat sekelompok anak jalanan yang menamakan diri mereka “The
Flower Children” yang menginginkan
kedamaian dan perlindungan di dunia. Di samping itu juga terdapat seorang
wisudawan dengan nilai cumlaude merobek ijazahnya sebab merasa bahwa
ilmu yang selama ini ia dapatkan tidak mampu menjawab persoalan-persoalan yang
ia hadapi. Ia merasa di tengah majunya iptek di negaranya belum cukup untuk
membebaskan negaranya dari perang dan mengisi jiwanya yang kering akan
pengetahuan spiritual.
Permissive
society merupakan
produk sekularisme, suatu faham yang mengabaikan, melepaskan dan menanggalkan
norma-norma agama, nilai moral dan agama. Mereka tidak mengakui “absolute
standard of behaviour” sehingga
terjadilah moral chaos (kekacauan
moral) dan lebih jauh lagi membawa mereka kepada keadaan “lawless society” (masyarakat
tanpa hukum). Sebagai contoh, di AS, pada tahun 1969 diperkirakan 400.000
kelahiran tidak syah sebab berasal dari seks bebas, hubungan gelas, dsb.
Dalam hal ini agama berfungsi ntuk mengatur, membimbing hidup dan kehidupan
manusia. Islam telah membuat garis demarkasi antara “ yang ma’ruf dan yang
munkar, yang halal dan haram, dsb”. Maka jelaslah bahwa permissive society sangat bertentangan dengan Islam.
Perbedaan
mendasar antara moralitas Islam dan moralitas baru adalah: Moralitas Islam merupakan
standar dan ukuran baik dan buruk yang telah ditetapkan Islam sejak kurun
Muhammad SAW yang berlaku hingga sekarang bahkan sepanjang masa. Misal,
perzinaan dilarang, berarti untuk selamanya dilarang. Moralitas baru
merupakan sistem yang berkembang dalam budaya
masyarakat Barat dan tidak didasarkan pada kepercayaan tentang Tuhan dan
akhirat. Misal, budaya permissivme, beberapa citra kehidupan seksual seperti lesbianisme,
incest, masochisme, dsb.
Menurut
Kuntcoroningrat, modernisasi merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan
suatu bangsa atau negara untuk “menyesuaikan diri” dengan konstelasi
dunia pada suatu kurun tertentu di mana bangsa tersebut hidup. Sedangkan
westernisasi adalah meniru dan mengadaptasi gaya hidup Barat, meniru-niru dan
mengambil alih cara hidup Barat. Keduanya sering mengalami kekacauan makna
sehingga diperlukan pemahaman khusus terhadap keduanya. Penerapan modernisasi
yang salah dilakukan oleh negara Turki dan Iran. Pada tahun 1924, Mustafa Kemal
Pasha, perdana menteri Turki mengadakan pembangunan dengan menerapkan
konsep-konsep Barat. Ia mengganti hukum Islam dengan sistem hukum Swiss.
Hakim-hakim dilucuti dan dilebur dalam peradilan sekuler. Sementara Iran pada
rezim M. Reza Pahlevi mengadakan praktik modernisasi besar-besaran yakni
menciptakan perbaikan-perbaikan sosial ekonomi secara selektif.
Manusia modern
merupakan manusia yang bercirikan sebagai berikut :
a.
Siap sedia mengambil pelajaran baru dan terbuka untuk pembaharuan,
invasi, dan perubahan.
b.
Mampu menganalisis permasalahan sampai ke akarnya.
c.
Bersikap demokratis.
d.
Berorientasi ke masa
sekarang dan masa depan.
e.
Terencana dan terorganisasi
f.
Memiliki optimisme tinggi bahwa dunia ini dapat diperhitungkan, dan
orang-orang di sekitarnya dapat diandalkan
g.
Respek terhadap martabat orang lain
h.
Percaya pada iptek sebagai secara teoritis dan praktis
i.
Percaya pada keadilan terbagi (distributive justice) dalam
artian bahwa pahala sesuai dengan kerja keras.
BAG.
4 ISLAM DAN KEBUDAYAAN GLOBAL
Pada masa daulah Umayah hingga Abbasiyah Islam mengalami masa
kejayaan. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa peninggalan baik yang berupa
fisik, (misal masjid Cordova, Masjid Agung Al-Hamra, perpustakaan Baitul Hikmah
dsb) maupun peninggalan dalam bidang keilmuan, seperti Ibnu Sina (kedokteran),
Khawaritsmi (matematika), Al-Hakam (bidang ilmu pengetauan dan kesusasteraan),
Ibnu Rusyd, dsb.
Pada abad 8-13 Masehi, Islam berada di atas panggung kejayaan dan
kebudayaan dunia. Menurut catatan Hitti, seorang sarjana Libanon, Umat Islam
telah berjasa dalam menyeberangkan “warisan kebudayaan klasik Yunani kepada
Eropa (munculnya Aristoteles, Plato,
Galenus, dll)” serta mengantarkan bangsa Eropa menyambut abad Renaissance.
Salah satu sumbangan terbesar umat Islam adalah
menterjemahkan karya-karya Yunani dengan bahasa Arab, dan sebaliknya
bangsa Eropa menterjemahkan karya-karya Islam ke bahasa Yunani.
Akan tetapi, dewasa ini umat Islam menalami suatu krisis yang
berkepanjangan sebagaimana diungkapkan Mukti Ali :”Krisis dunia dan ancaman
yang mengancam umat manusia adalah krisis rohani dan kekosongan moral”. Apabila
di zaman 8-13 umat Islam berada di puncak keemasan, maka di era modern ini umat
Islam berada di abad “kecemasan”. Siklus industrialisme, hedonisme, dan
materialisme memberikan gambaran bahwa manusia saat ini kembali ke masa
jahiliyah. Budaya-budaya yang ada saat ini tidak mencerminkan kekhasan Islam
namun justru bernilai pola masyarakat Barat. Suatu alternatif peradaban telah
diramalkan oleh F.C.S Northop bahwa
peradaban yang akan datang adalah “persenyawaan yang selaras dari estetik
teoritik. (integral as harmonius of the aesthetic-theoritic) yakni
peradaban yang bertumpu pada suatu sistem super keagamaan ideal.
Dinamika kebudayaan Islam akan terus mewarnai dunia.
Organisasi-organisasi Islam Internasional seperti World Muslim Congres
(Karachi),Rabithah All-Islamy (World Muslim League di Mekah) A’la al ‘Alamy
Lil-Masaajid (Dewan Masjid sedunia) memperluas penyebaran ajaran Islam melalui brosur-brosur taraf
Internasional. Sementara itu, di London juga diadakan Festival Dunia Islam yang
berisi pameran hasil-hasil pemikiran keagamaan, kesenia, literatur, arsitektur,
musik, dan karya-karya umat Islam yang lain.
Menghadapi realita ini, Charles J. Adams seorang guru besar dari
McGill University mengatakan bahwa “Tercapainya kemerdekaan politik dan
berkembangnya kesadaran nasional di kalangan umat Islam disertai satu renaissance
kebudayaan.” Toynbee mengatakan pula bahwa Islam harus tampil untuk
menolong peradaban dunia dan menolong seluruh dunisa kemanusiaan karena misi
utama Islam sebagaimana diungkapkan Al-Qur’an adalah memberi rahmat bagi
seluruh ummat manusia.
C.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
a.
Kelebihan
Buku
yang berjudul Paradigma Islam Indonesia memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya :
·
Pembahasan mengangkat isu-isu aktual sehingga menimbulkan daya
tarik yang kuat bagi para pembaca untuk menyelami dan memahami buku tersebut.
·
Bahasa yang dipergunakan dalam penulisan buku ini mudah untuk
dipahami.
b.
Kekurangan
·
Di dalam buku terdapat beberapa penggunaan istilah-istilah asing
yang tidak dijelaskan secara definitif sesuai konteksnya sehingga pembaca
harus mencari tahu konsep dari istilah
tersebut untuk memahami konteks kalimat tersebut.
·
Isi buku dominan mengutip pendapat para ahli, pendapat dari penulis
sangat sedikit dimunculkan di sini.