NIM : 09410171
Resensi buku
Judul buku :
Seni di Dalam Peradaban Islam
Pengarang :
M. Abdul Jabbar Beg, M.A., PH.D
Penerbit :
Pustaka
Tahun Terbit :
1988
Tempat Terbit :
Bandung
Tebal Buku :
152 halaman
Seni
di Dalam Peradaban Islam
Seni merupakan hal yang indah, di dalam buku Seni di
Dalam Peradaban Islam dibahas lebih mendalam tentang seni dan batasan-batasan
yang terdapat dalam seni sesuai dengan pandangan Islam.
Agama Islam tidaklah menggariskan bentuk-bentuk seni
tertentu, tetapi sekedar memberi pagar lapangan ekspresi. Misalnya, Islam tidak
mengizinkan jenis puisi tertentu yang sifanya tidak Islamis. Akibatnya banyak
syair Arab masa pra-Islam mendapat kritikan. Puisi sebagai bentuk kesenian
tidaklah ditinggalkan oleh kaum muslim: pada saat para penyair mengubah
puisi-puisinya sesuai dengan cita rasa Islam dan mengungkapkan cita-cita Islam
lewat syair, para penyair itu kembali memperoleh tempatnya semula dalam
masyarakat Islam pada waktu itu.
Suatu bentuk kesenian menjadi ‘Islamis’ jika hasil seni
itu mengungkapkan pandangan hidup kaum muslim. Seni Islam juga dapat diberi
batasan sebagai suatu seni yang dihasilkan oleh seniman atau desainer muslim;
atau dapat juga berupa seni yang sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh
seorang muslim, sedangkan seniman yang membuat objek seninya tidak mesti
seorang muslim. Pandangan terakhir ini sejalan dengan sejarah perkembangan seni
Islam pada masa awal. Misalnya, konsep masjid adala Islamis, tetapi penggunaan
tenaga non muslim untuk mendirikan bangunan masjid itu tidaklah mengubah ciri-ciri
dasar bangunan itu.
Suatu cabang seni Islam, yang sejalan dengan arsitektur
ataupun bentuk-bentuk seni lainnya, adalah
lukisan atau penggambaran makhluk bernyawa (tashwir). Islam melarang
lukisan dan patung manusia. Tetapi sebenarnya tidak terdapat petunjuk, bahwa
bentuk seni sepenuhnya diharamkan dalam masyarakat Islam terdahulu. Al-Quran
sendiri tidak mengatur hal-hal yang berhubungan dengan seni lukis, tetapi dalam
sunnah Rasul atau hadits, ada beberapa hadits yang lainnya menentang pembuatan
gambar atau lukisan makhluk hidup. Akan tetapi hadits-hadits ini merupakan
hadits yang menjadi sumber berbagai penafsiran. Hadits-hadits itu adalah:
1.
“Malaikat
tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada gambar (tashwir) atau anjing.
2.
Orang-orang
yang akan mendapat siksaan yang pedih pada pembuat gambar makhluk hidup.
Ahmad Muhammad ‘Isa, penulis arikel “Muslim dan Tashwir”
membuat pandangan yang bersifat kompromi terhadap masalah gambar hidup. Ia
mendekati masalah lukisan makhluk hidup dengan sikap yang lebih bebas terhadap
sunnah Nabi Muhammad. Misalnya ia mengatakan, bahwa menurut al-‘Aini sunnah
pertama khusus berlaku bagi “Nabi Muhammad dan malaikat wahyu (wahy) yang membawa wahyu dari Allah”.
Dan tidak berlaku bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, hadits ini tidak dapat
dipakai untuk mengharamkan lukisan atau gambar makhluk hidup oleh kaum muslim.
Demikian pula hadits kedua, ditetapkan pada kondisi yang khusus, dan menurut
Thabari, kata al-mushawwirun (pelukis) khusus ditunjukkan kepada manusia yang
membuat citra makhluk hidup yang disamping Allah.
Sikap anti menentang yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad
adalah sejalan dengan ajaran tauhid dan hal itu berasal dari pertimbangan
beliau untuk menjaga bangsa Arab agar jangan kembali kepada syirik atau
menyekutukan Allah.
Dari ringkasan tulisan Al-ghazali, nampaklah bahwa ia
memberi penghargaan terhadap kesenian seperti arsitektur, puisi, lukisan, dan
sebagainya. Menurut al-Ghazali, yang menarik dari objek seni adalah nilai
keindahan-dalam. Ia juga mengaitkan keindahan dengan Tuhan dan mendasarkan
pendapatnya atas hadits Nabi, “Tuhan itu indah dan Ia mencintai keindahan.”
Cabang seni yang lain adalah musik
(dan menyanyi, ghina) yang diberi batasan sebagai “
keselarasan suara dan pernyataan keindahannya kepada indera telinga. Sikap Islam terhadap musik belum didefinisikan secara
serius. Kaum muslim yang konservatif kurang memahami dan menghargai musik.
Musik yang diterima Islam adalah musik keagamaan yang diakui”. Musik keagamaan
Islam menurut Farmer, termasuk irama lagu adzan, melagukan Qur’an, dan musik-musik
kaum darwis dan persaudaraan kaum sufi, dan sebagainya.
Arsitektur
dan kaligrafi adalah cabang seni yang menduduki cabang seni yang tinggi dalam
kebudayaan Islam. Arsitektur Islam adalah cabang seni rupa yang berkembang
semenjak abad pertama Hijriyah di Arab, Syria dan Irak, dan pengaruhnya meluas
ke luar, daerah lain, di masa pemerintahan Dinasti Umayyah.
Dari
buku ini, kita dapat mengetahui bahwa seni merupakan sesuatu yang indah dan
sesuai dengan hadits bahwa “Allah itu indah dan Ia menyukai keindahan.” Seni
yang Islami yaitu sejalan dengan pandangan Islam yaitu sesuai dengan al-Qur’an
dan hadits. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, seharusnya kita dapat
menggunakan seni dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggar ketentuan Allah.