Sabtu, 31 Maret 2012

Seni di Dalam Peradaban Islam

Nama   : Ika Zulaicha 
NIM    : 09410171



Resensi buku

Judul buku                    : Seni di Dalam Peradaban Islam
Pengarang                    : M. Abdul Jabbar Beg, M.A., PH.D
Penerbit                       : Pustaka
Tahun Terbit                : 1988
Tempat Terbit              : Bandung
Tebal Buku                  : 152 halaman

Seni di Dalam Peradaban Islam

Seni merupakan hal yang indah, di dalam buku Seni di Dalam Peradaban Islam dibahas lebih mendalam tentang seni dan batasan-batasan yang terdapat dalam seni sesuai dengan pandangan Islam.
Agama Islam tidaklah menggariskan bentuk-bentuk seni tertentu, tetapi sekedar memberi pagar lapangan ekspresi. Misalnya, Islam tidak mengizinkan jenis puisi tertentu yang sifanya tidak Islamis. Akibatnya banyak syair Arab masa pra-Islam mendapat kritikan. Puisi sebagai bentuk kesenian tidaklah ditinggalkan oleh kaum muslim: pada saat para penyair mengubah puisi-puisinya sesuai dengan cita rasa Islam dan mengungkapkan cita-cita Islam lewat syair, para penyair itu kembali memperoleh tempatnya semula dalam masyarakat Islam pada waktu itu.
Suatu bentuk kesenian menjadi ‘Islamis’ jika hasil seni itu mengungkapkan pandangan hidup kaum muslim. Seni Islam juga dapat diberi batasan sebagai suatu seni yang dihasilkan oleh seniman atau desainer muslim; atau dapat juga berupa seni yang sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh seorang muslim, sedangkan seniman yang membuat objek seninya tidak mesti seorang muslim. Pandangan terakhir ini sejalan dengan sejarah perkembangan seni Islam pada masa awal. Misalnya, konsep masjid adala Islamis, tetapi penggunaan tenaga non muslim untuk mendirikan bangunan masjid itu tidaklah mengubah ciri-ciri dasar bangunan itu.
Suatu cabang seni Islam, yang sejalan dengan arsitektur ataupun bentuk-bentuk seni lainnya, adalah  lukisan atau penggambaran makhluk bernyawa (tashwir). Islam melarang lukisan dan patung manusia. Tetapi sebenarnya tidak terdapat petunjuk, bahwa bentuk seni sepenuhnya diharamkan dalam masyarakat Islam terdahulu. Al-Quran sendiri tidak mengatur hal-hal yang berhubungan dengan seni lukis, tetapi dalam sunnah Rasul atau hadits, ada beberapa hadits yang lainnya menentang pembuatan gambar atau lukisan makhluk hidup. Akan tetapi hadits-hadits ini merupakan hadits yang menjadi sumber berbagai penafsiran. Hadits-hadits itu adalah:
1.      “Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada gambar (tashwir) atau anjing.
2.      Orang-orang yang akan mendapat siksaan yang pedih pada pembuat gambar makhluk hidup.
Ahmad Muhammad ‘Isa, penulis arikel “Muslim dan Tashwir” membuat pandangan yang bersifat kompromi terhadap masalah gambar hidup. Ia mendekati masalah lukisan makhluk hidup dengan sikap yang lebih bebas terhadap sunnah Nabi Muhammad. Misalnya ia mengatakan, bahwa menurut al-‘Aini sunnah pertama khusus berlaku bagi “Nabi Muhammad dan malaikat wahyu (wahy) yang membawa wahyu dari Allah”. Dan tidak berlaku bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, hadits ini tidak dapat dipakai untuk mengharamkan lukisan atau gambar makhluk hidup oleh kaum muslim. Demikian pula hadits kedua, ditetapkan pada kondisi yang khusus, dan menurut Thabari, kata al-mushawwirun (pelukis) khusus ditunjukkan kepada manusia yang membuat citra makhluk hidup yang disamping Allah.
Sikap anti menentang yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad adalah sejalan dengan ajaran tauhid dan hal itu berasal dari pertimbangan beliau untuk menjaga bangsa Arab agar jangan kembali kepada syirik atau menyekutukan Allah.
Dari ringkasan tulisan Al-ghazali, nampaklah bahwa ia memberi penghargaan terhadap kesenian seperti arsitektur, puisi, lukisan, dan sebagainya. Menurut al-Ghazali, yang menarik dari objek seni adalah nilai keindahan-dalam. Ia juga mengaitkan keindahan dengan Tuhan dan mendasarkan pendapatnya atas hadits Nabi, “Tuhan itu indah dan  Ia mencintai keindahan.”
Cabang seni yang lain adalah musik (dan menyanyi, ghina) yang diberi batasan sebagai “ keselarasan suara dan pernyataan keindahannya kepada indera telinga. Sikap Islam terhadap musik belum didefinisikan secara serius. Kaum muslim yang konservatif kurang memahami dan menghargai musik. Musik yang diterima Islam adalah musik keagamaan yang diakui”. Musik keagamaan Islam menurut Farmer, termasuk irama lagu adzan, melagukan Qur’an, dan musik-musik kaum darwis dan persaudaraan kaum sufi, dan sebagainya.
Arsitektur dan kaligrafi adalah cabang seni yang menduduki cabang seni yang tinggi dalam kebudayaan Islam. Arsitektur Islam adalah cabang seni rupa yang berkembang semenjak abad pertama Hijriyah di Arab, Syria dan Irak, dan pengaruhnya meluas ke luar, daerah lain, di masa pemerintahan Dinasti Umayyah.
Dari buku ini, kita dapat mengetahui bahwa seni merupakan sesuatu yang indah dan sesuai dengan hadits bahwa “Allah itu indah dan Ia menyukai keindahan.” Seni yang Islami yaitu sejalan dengan pandangan Islam yaitu sesuai dengan al-Qur’an dan hadits. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, seharusnya kita dapat menggunakan seni dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggar ketentuan Allah.

            

Jumat, 30 Maret 2012

Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia (Strategi Reformasi Pendidikan Nasional)


Difa'ul Husna/ 09410182

RESENSI BUKU


Judul Buku                  : Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia (Strategi Reformasi Pendidikan Nasional)
Penulis                          : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed.
Penerbit                       : PT. Remaja Rosdakarya
Tahun Terbit               : 1999
Kota Terbit                  : Bandung
Halaman Buku            : xi + 252 halaman


Dalam karyanya Tilaar menyatakan bahwasanya proses pendidikan dapat dijadikan sebagai pemanusiaan manusia berbudaya Indonesia yang interaktif berkesinambungan, proses pemanusiaan berimplikasi bahwa pendidikan terjadi dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Interaksi terjadi dan berkembang dalam lingkungan alam (ekologis) maupun lingkungan sosial (sosial-politik-ekonomi) yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang beradab (sebagaimana butir-butir Pancasila sila ke-2). Proses pemanusiaan tersebut merupakan suatu proses interkultural yang meliputi budaya lokal, nasional, dan internasional menuju kepada terciptanya masyarakat madani global yang bertumpu dari masyarakat madani Indonesia yang mempunyai cirinya yang khas yaitu kebudayaan Indonesia
Pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubungan erat, memiliki suatu hal yang sama, yaitu nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, yang mana keduanyapun dekat dan tidak dapat terpisah dari masyarakat. Tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan. Proses kebudayaan dan pendidikan hanya dapat terjadi di dalam suatu masyarakat tertentu.
Melihat masa lampau, di masa orde baru, pendidikan telah tercabut dari akar budaya yang hidup. Nilai-nilai moral sebagai inti kebudayaan dan pendidikan telah direduksi menjadi indoktrinasi tanpa arti. Oleh karenanya pendidikan nasional di masa reformasi hingga sekarang perlu merumuskan visi pendidikan, yaitu membangun manusia dan masyarakat madani Indonesia yang memiliki identitas berdasarkan budaya Indonesia.
Buku ini memiliki kelebihan yang mana secara gamblang telah memamaparkan akan pentingnya pendidikan dalam memperkuat kebudayaan begitu juga bagaimana pentingnya kebudayaan yang akan membentuk pendidikan yang berkepribadian dalam rangka penciptakan masyarakat madani Indonesia sebagai masyarakat yang paripurna. Akan tetapi buku ini menggunakan gaya bahasa yang tinggi, sulit dipahami sehingga tidak cocok dibaca oleh semua kalangan.


Mengenal Kebudayaan Islam


Judul Buku      : Mengenal Kebudayaan Islam
Penulis             : Taufiq H. Idris, BA
Penerbit           : PT Bina Ilmu
Kota Terbit      : Surabaya
Tahun Terbit    : 1983
Tebal Buku      : 126
Peresensi         : Yuni Endarwati (09410133)
Dalam buku ini, karena judulnya “Mengenal Kebudayaan Islam”, maka tentunya akan lebih banyak membahas tentang budaya Islam. Sedangkan seni Islam pembahasannya hanya sedikit karena seni dalam Islam termasuk dalam budaya Islam sendiri. Tetapi, walaupun demikian, buku ini tetap membahas hubungan Islam dengan berbagai aspek, seperti: Islam dan Ilmu Pengetahuan, Islam dan Filsafat, Islam dan Pemerintahan, Islam dan Ekonomi, Islam dan Sosial dan juga Islam dan Kesenian. Buku ini juga menyinggung mengenai kebudayaan Islam di beberapa negara antara lain di Jazirah Arab, Syam, Irak, Afrika, Eropa, dan Asia.
Untuk Bab I, pembahasan dimulai dari definisi kebudayaan, yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan berbagai hal bersangkutan dengan Kebudayaan. Dari banyak pengertian yang disumbangkan oleh para ahli, buku karya Taufiq ini menyimpulkan kebudayaan sebagai manifestasi atau penjelmaan dari kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Adanya kebudayaan tersebut, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor geografis, bangsa dan agama. Setiap aspek yang dihasilkan oleh rasa dan pikiran manusia, maka hal tersebut menjadi bagian dari budaya, termasuk agama. Namun, jika agama itu bersifat Samawi, maka itu bukan bagian dari budaya, karena bukan hasil dari pikiran manusia, namun agama Samawi tersebut dapat berpengaruh pada Kebudayaan.
Budaya zaman dahulu dapat kita lihat dengan mengidentifikasi peninggalan-peninggalan nenek moyang yang masih tersisa. Deng peninggalan-peninggalan tersbut, kita dapat mengetahui bagaimana budaya nenek moyang kita dahulu. Dengan mempelajari sejarah budaya nenek moyang, kita dapat mengambil hikmahnya yaitu sejauh mana tingkat pemikiran manusia dalam bidang pengetahuan. Selain itu, budaya-budaya itu dapat kita ambil yang positif-positifnya, dan kita tinggalkan yang negatif. Dengan mempelajari sejarah kebudayaan, kita juga dapat mudah beradaptasi dengan masyarakat sekitar, dan dengan mudah membawa masyarakat untuk lebih maju.
Bab II. Bab ini sudah mulai masuk pada kebudayaan yang lebih spesifik pada Islam. Penulis buku ini, mengambil kesimpulan bahwa pengertian kebudayaan Islam adalah manifestasi dari kerja jiwa manusia muslim yang didasari dan mencerminkan ajaran Islam dalam arti yang seluas-luasnya. Timbulnya kebudayaan Islam, disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal (Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi sumber inspirasi bagi ummat muslim untuk berpikir dan berbuat) dan faktor eksternal (akibat atau cara pelaksanaan dari sumber yang pertama). Untuk apa kita mempelajari sejarah kebudayaan Islam? Tentunya sangatlah penting mengingat kita sendiri adalah seorang muslim. Dengan mempelajari sejarah kebudayaan Islam, buku ini memberi tahu manfaat-manfaatnya antara lain: kita akan mengetahui sejauh mana kemajuan yang diperoleh ummat islam dalam kebudayaan. Sejarah budaya Islam juga dapat menjadi cermin bagi Islam di masa depan.
Bab III. Dari bab ini, sudah mulai disinggung mengenai pandangan Islam terhadap pemikiran-pemikiran manusia dan aspek-aspek kehidupan. Pada bab ini, penulis memulai dengan Pandangan Islam terhadap Ilmu pengetahuan. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa Islam sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Hal itu sudah jelas, karena manusia dikatakan lebih mulia dibanding dengan makhluk lain karena akalnya. Dan akalnya itu lah berfungsi untuk mencari sebanyak-banyaknya ilmu yang nantinya berpengaruh pada keagamaan manusia. Oleh karenanya, Islam melarang bertaqlid sehingga akal yang ia miliki akan sia-sia. Jadi menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Bab IV. Kemudian pada bab ini, penulis buku ini mencoba menjabarkan kedudukan filsafat dalam Islam. Filsafat membicarakan mengenai Tuhan, manusia dan alam. Filsafat dapat dikatakan sejalan dengan Islam, dan memiliki kedudukan yang penting. Secara konkrit positif bahwa Islam adalah pembimbing ke arah filsafat yang murni. Sejarah membuktikan, bahwa islamlah yang menjadikan ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan baik dan memiliki kedudukan yang terhorman di dunia. Hikmah mempelajari filsafat islam antara lain mengetahui bahwa filsafat Islam lah yang menjadi jembatan antara filsafat kunio dan filsafat pada abad kebangkitan. Selain itu, untuk membantu ummat Islam berfikir kritis namun tidak fanatik terhadap pengaruh luar.
Bab V. Penulis buku ini menjelaskan mengenai pandangan Islam terhadap pemerintahan. Menurut pandangan islam, agama dan negara tidak dapat dipisahkan. Negara merupakan wadah untuk mewujudkan cita-cita Islam. Bentuk pemerintahan yang Islami memiliki prinsip antara lain menjamin persamaan hak, keadilan, demokrasi dan musyawarah.
Bab VI.  Membahas mengenai pandangan Islam terhadap ekonomi. Islam memandang ekonomi sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Asas-asas ekonomi menurut Islam diantaranya kewajiban usaha, membasmi pengangguran, mengakui hak milik, tunduk di bawah kesejahteraan sosial dan mengimani bahwa harta nikmat dari Allah.
Bab VII. Pandangan Islam terhadap masalah sosial. Tokoh muslim yang dapat kita teladani dalam kehidupan bersosial diantaranya Nabi Muhammad SAW dan beberapa sahabat-sahabatnya.
Bab VIII.  Pada bab ini, sangat menarik yang ditulis oleh penulis yang melihat kesenian dalam kacamata islam. penulis memandang bahwa kesenian adalah fitrah manusia yang merupakan anugrah dari Tuhan, oleh karenanya kesenian harus dipupuk, dibina, disalurkan dan dikembangkan sebaik-baiknya sesuai dengan tuttunan Islam. Kesenian adalah wujud dari keindahan. Penjelmaan rasa seni dapat berupa seni baca Al-Qur’an, seni suara, seni lukis, seni ukir, seni tari dan seni yang lain. Mengenai hukum kesenian, asalkan seni tersebut tidak merusak agama, merusak jiwa, merusak kehormatan, merusak harta benda dan merusak keturunan, maka seni itu tidak diharamkan.
Bab IX. Bab ini adalah yang terakhir dibahas oleh penulis dalam buku yang berjudul “Mengenal Kebudayaan Islam “. Bab ini dijelaskan mengenai perkembangan kebudayaan Islam. Beberapa negara Islam penulis sebutkan dan uraikan untuk mengetahui kebudayaan Islam di negara-negara besar Islam. Seperti Jazirah Arab, Syam, Irak, Afrika, Eropa dan Asia. Di bagian Asia, Indonesia menjadi bahan bahasan penulis dimana beberapa budaya Islam Indonesia dijelaskan. Yaitu antara lain: masjid, makam dan kesusastraan. Pembahasan mengenai kebudayaan Islam di Indonesia inilah sekaligus menjadi bahasan terakhir penulis.
v  Kelebihan buku
a.       Buku ini memberikan informasi secara ringkas dan padat dan tidak berbelit-belit.
b.      Penggunaan kosa katanya mudah dipahami.
c.       Dilengkapi dengan pelampiran bahan bacaan.
d.      Terdapat kesimpulan pokok dari semua materi yang dibahas.

v  Kekurangan buku
a.       Tidak terdapat footnote dan daftar pustaka.
b.      Tidak ada profil penulis.
c.       Materinya terlalu banyak, sehingga pembahasannya kurang maksimal.

Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis


Lathifah Mutiq
09410248/ PAI-D
Pengembangan Seni dan Budaya dalam PAI
Ibu Nur Saidah, M. Ag

            Judul Buku      : Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis
            Penulis             : Dr. Faisal Ismail, MA
            Penerbit           : Titian Ilahi Press, Yogyakarta
            Tebal Buku      : 289 hal, 21 cm
            Cetakan           : Ke-2 tahun 1998         

Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis
Oleh : Dr. Faisal Ismail, MA
            Dalam buku ini beliau mencoba untuk memaparkan tentang paradigma kebudayaan Islam studi kritis dan refleksi historis. Dalam buku ini terbagi menjadi lima bagian yaitu: bagian pertama berisi tentang agama dan kebudayaan dan hubungan antara keduanya, bagian kedua mencoba untuk menyoroti secara umum sosok dan situasi pendidikan dan kebudayaan di Indonesia, bagian ketiga membahas tentang keberimanan dan kebersenimanan, bagian keempat membahas tentang Islam dalam kaitannya dengan moralitas dan modernitas, dan bagian kelima membahas tentang sketsa sejarah kebangkitan kebudayaan Islam.  
Dilihat dari segi ilmiyah dan dari segi akidah dieniyah tentang agama Islam dalam kaitannya dengan kebudayaan dan peradaban, berarti bahwa kita memelihara kesejatian dan orisinalitas agama Islam sebagai wahyu, menepatkan secara proposional kedudukan agama dan kebudayaan pada posisinya sendiri-sendiri, menundukkan nisbah, relasi dan relevansi antara agama dan kebudayaan menurut garis akidah Islam. Dalam penyusunan konsep kebudayaan dan cultural universals (unsur-unsur pokok yang pasti ada dalam setiap kebudayaan) selalu memasukan agama sebagai salah satu unsur kebudayaan. Kebudayaan adalah khas manusia, masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan karena keduanya merupakan suatu jalinan yang saling berkaitan. Kebudayaan tidak akan ada tanpa masyarakat, betapa terasingnya hidup mereka jika tanpa adanya budaya. Yang membedakan hanyalah tingkat dan taraf kebudayaan yang dimiliki tiap masyarakat. Kebudayaan dan peradaban ini dibedakan, namun hanya soal istilah saja. Peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur kebudayaan yang halus dan indah seperti: kesenian, ilmu pengetahuan, serta sopan santun dan sistem pergaulan yang kompleks dalam suatu masyarakat.
Agama merupakan bagian dari kebudayaan, M. Hatta mengatakan bahwa kebudayaan adalah ciptaan hidup daripada suatu bangsa. Kebudayaan banyak sekali macamnya. Agama juga suatu kebudayaan, karena dengan beragama manusia dapat hidup dengan senang. Gazalba berpendapat bahwa agama Islam dan kebudayaan Islam itu setingkat dan masing-masing merupakan bagian dari Islam. Agama Islam mengenai kehidupan akhirat nanti, dan kebudayaan Islam mengenai kehidupan dunia sekarang.
Jika ummat Islam mampu melancarkan gerakan dan menghidupkan kembali dinamika kebudayaan dan peradabannya, maka makna kebangkitan kembali Islam yang dicangkan mulai abad 15 H merupakan awal pertanda yang baik. Makna kebangkitan Islam dalam suatu segi harus diartikan dan ditopang dengan kebangkitan kultural ummat Islam. Pendekatan terhadap kebudayaan tidak semata-mata bersifat teoritis, tetapi juga bersifat praktis. Manusia dapat mengatur dan merencanakan arah kebudayaan di masa depan. Hal ini melahirkan pemikiran perlunya strategi kebudayaan, yang memungkinkan terciptanya amal-amal kultural dan karya-karya budaya. Strategi budaya harus mampu menggerakkan daya kreatif dan daya potensial ummat dalam memberi warna dan arti bagi kebangkitan kembali Islam dan ummatnya. Strategi kebudayaan dalam suatu segi harus bermakna dan berintikan pembaharuan pendidikan Islam, karena pendidikan merupakan sub-sistem dalam keseluruhan sistem budaya.
Subordinasi kesenian kepada agama ada segi positifnya yaitu adanya dasar yang kuat untuk memperkembangkan kesenian karena betapapun kesenian harus selalu mengandung nilai-nilai. Kuntowijoyo menilai tentang situasi kesenian Islam dan prospeknya bahwa kemacetan kesenian Islam di Indonesia tidak diragukan lagi. Ada gejala bahwa kesenia Islam di Indonesia akan macet bahkan akan lenyap sama sekali. Salah satu penyebabnya adalah karena ummat Islam belum banyak mempunyai kesempatan yang begitu leluasa untuk mengembangkan potensi kesenian. Jika prediksi Kuntowijoyo benar bahwa dalam waktu dekat kesenian Islam di Indonesia akan mengalami kemacetan, maka kita akan menyaksikan suatu potret muram dunia seni budaya Islam di Indonesia. Ummat Islam yang bangga dengan mayoritas jumlah pengikutnya adalah terlalu miskin dalam bidang seni budayanya, suatu ketimpangan dan kepincangan yang sangat serius karena ummat Islam tidak hadir secara kreatif dalam kehidupan kultural masa kini.
Sebagian angkatan muda Islam, lebih menyukai kebudayaan Barat dari pada kebudayaan Islam. Keadaan ini perlu diagnosis baru kemudian dilakukan therapi. Ada dua diagnosis yaitu kesenia ummat Islam berjalan dan hidup tradisional, kurang menarik minat dan selera di kalangan angkatan muda dan seni budaya ummat Islam kurang kreatif-inovatif dan variatif dan juga ketinggalan dalam bobot dan kualitas. Maka sebagai therapi gejala ini sudah waktunya ummat Islam terutama kaum seniman dan budayawan menciptakan kreasi, inovasi dan pengayaan baru di bidang seni budaya Islam modern yang memenuhi standar kualitas estetika. Jika ini dilakukan akan tercipta gairah dan etos kerja yang besar yang dapat mendorong kesenian dan kebudayaan Islam berkembang maju, baik dalam kualitas maupun kuantitas.
Kekreatifan manusia salah satunya dibuktikan dalam dunia mode. Dunia mode adalah dunia yang penuh pesona, dunia yang gemerlap. Apabila kita mengikuti perkembangan dunia mode maka akan tampak jelas bahwa mode itu tidak statis tetapi terus menerus mengalami perubahan. Terbukti bahwa manusia selalu menciptakan hal-hal baru. Dengan akallah manusia dapat mengembangkan daya kreatifitasnya sehingga dapat menciptakan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. Untuk memperkenalkan koleksi mode khususnya pakaian tidak cukup hanya lewat iklan tapi juga promosi dengan mengadakan fashion show atau dikenal dengan peragaan busana. Selain pakaian yang menjadi mode juga beauty contest atau dikenal dengan kontes kecantikan.
Apakah Islam menolak mode? Tentu jawabannya tidak, sepanjang pengetahuan memang tidak ada dan tidak ditemukan dalam ajaran Islam tentang cara mendesain pakaian. Al-Qur’an dan Hadist pun tidak pernah menyinggung pesoalan mode pakaian. Jadi Islam tidak memberikan ketetapan atau kepastian bahwa mode itu harus begini atau harus begitu. Karena soal cipta mencipta mode termasuk masalah yang berdimensi duniawi ataupun termasuk masalah kebudayaan.
Agama berfungsi untuk mengatur, membimbing hidup dan kehidupan manusia. Agama merupakan sumber utama dan pertama nilai-nilai moral. Moral Islam bersumber pada wahyu Allah yang mutlak dan absolut kebenarannya, maka ia memiliki kemutlakan dan kelengkapan susunan moral yang sempurna dan memiliki pula ciri-ciri khas tersendiri. Islam telah memiliki satu sistem moral yang lengkap dan sempurna, suatu sistem moral ideal, jamal dan kamal, yang sangat dibutuhkan ummat manusia dari sejak zaman dahulu sampai era postmodern dewasa ini, bahkan sampai hari esok dan masa yang mendatang. Islam memberikan sumbangan etika kepada ummat manusia dan dapat membawa mereka kepada kehidupan damai, aman dan sejahtera sepanjang masa dalam seluruh segi kehidupan spiritual dan material, tidak hanya di dunia tetapi dalam kehidupan yang abadi.
Banyak pengetahuan yang dapat kita ambil dari buku ini, khususnya tentang paradigma kebudayaan Islam, bahasa yang digunakan cukup bisa untuk dimengerti. Namun perlu adanya penelaahan yang mendalam dalam mengakaji buku ini karena bagian yang satu dengan bagian yang lain kurang bisa menyatu secara sempurna, karena buku ini terdiri dari kumpulan karangan dan makalah dan juga agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam  memahami buku ini. Akan tetapi sama-sama membicarakan persoalan moralitas, modernitas, agama dan kebudayaan.
Buku ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan dapat memberikan sumbangsih bagi para pembaca, baik mahasiswa, praktisi pendidikan, dosen, maupun pihak lain yang menaruh minat terhadap kebudayaan Islam.



Paradigma Kebudayaan Islam ( Studi Kritis dan Refleksi Historis)

ALIFAH ASIH ROHMAH
09410240


Resensi Buku
1.      Identitas Buku
Judul Buku               : Paradigma Kebudayaan Islam(Studi Kritis dan Refleksi                                                                                 Historis)
Pengarang                 : Dr. Faisal Ismail, MA
Penerbit                    : Titian Ilahi Press
Kota Terbit               : Yogyakarta
Tebal Buku               : 289 halaman
Tahun Terbit              : Cetakan ke-1 tahun 1996
                                  Cetakan ke-2 tahun 1998
2.      Deskripsi Buku
            Buku yang berjudul Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis ini dibagi menjadi lima bagian. Antara bagian yang satu dengan yang lainnya tidak bisa menjadi sesuatu yang bulat dan utuh secara sempurna. Meskipun demikian setiap bagian serta bab dalam buku ini masing-masing mengandung satu benang merah, secara keseluruhan membicarakan persoalan moralitas, modernitas, agama dan kebudayaan.
            Bagian pertama berisi suatu kajian tentang agama dan kebudayaan dan hubungan antara keduanya. Dalam bagian ini disebutkan bahwa hubungan antara agama dan kebudayaan yaitu bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan, agama bukan-wahyu merupakan bagian kebudayaan, agama wahyu bukan merupakan bagian kebudayaan, agama dan kebudayaan Islam merupakan bagian dari Din. Bagian ini diakhiri dengan sebuah studi kritis terhadap tesis-tesis kebudayaan yang diajukan Sidi Gazalba. Dalam buku ini, penulis menuliskan bahwa penulis tidak sependapat dengan pemikiran yang dikemukaan Gazalba bahwa ijtihad adalah hukum sekularisasi Islam. Menurut pendapat penulis,  ide tentang “ijtihad sebagai hukum sekularisasi Islam” merefleksikan terjadinya “confusion of mind” dari pencetusnya. Menurut pendapat penulis, Gazalba telah salah paham dalam menerapkan istilah sekularisasi dalam formulasi idenya tersebut. Karena sekularisasi menolak setiap bentuk ikatan kepercayaan kepada Tuhan dan ikatan keagamaan, sedang Islam mengajarkan untuk berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama, mempercayai dan mengagungkan Tuhan. Dalam melakukan ijtihad harus dilakukan dengan sungguh-sungguh serta diperlukan syarat-syarat menguasai bahasa arab, mengetahui asabun nuzul dan sebab-sebab dikeluarkannya hadis dan sebagainya.
            Bagian kedua mencoba menyoroti tentang Islam, Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia. Bagian ini menyajikan dan memaparkan suatu analisis terhadap timbulnya krisis-krisis di bidang pendidikan dan kebudayaan yang dihadapi umat Islam. Dalam buku ini disebutkan penyair dan dramawan WS Rendra mengemukakan bahwa salah satu krisis yang cukup memprihatinkan yang terjadi di kalangan umat Islam Indonesia adalah bahwa mereka kurang bersahabat dengan ilmu pengetahuan. Akibat logis dari keadaan semacam ini tidak dapat diingkari lagi akan berdampak pada kenyataan bahwa porosentase intelektual Muslim di Indonesia tak sebanding dengan jumlah umat Islam. Situasi demikian ini memerlukan pemecahan. Salah satu cara yang penting dilakukan adalah melakukan kajian ulang terhadap strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam, belajar dari kebangkitan kebudayaan Islam, Barat dan Jepang serta mengkaji ulang sistem pendidikan (tatanan dan proses belajar mengajar) secara menyeluruh dan komprehensif sejak dari pendidikan dasar sampai tingkat perguruan tinggi.
            Bagian ketiga dalam buku ini membahas tentang keberimanan dan kebersenian. Dalam buku ini dituliskan tentang agama dan kesenian membahas bagaimana subordinasi kesenian kepada agama, apakah kesenian Islam akan macet, dan dari subordinasi tersebut menuju dialog. Selain itu dipaparkan posisi kesenian Islam Kontemporer meliputi tantangan kesenian sekuler barat, kesenian islam sebuah diagnosis, arah inovasi kesenian Islam, memi’rajkan kreativitas. Dalam bagian ini dijelaskan pula tentang seniman, imajinasi, dan Tuhan, pembahannya meliputi pemberontakan, sikap bombatis bukan sikap kreatif, kebebasan dan “:kebebasan”, kebebasan imajinasi, Islam, imajinasi, personifikasi Tuhan, penafsiran tentang Tuhan, serta cara mendekati Tuhan. Pembahasan dalam bagian ini dilengkapi dengan sebuah “diskusi” tentang bagaimana seharusnya seniman Muslim memandang, menghayati, mendekati dan “menafsirkan” Tuhan. Dapatkah Tuhan, malaikat atau Nabi diimajinasikan menurut daya khayal penggambaran seorang seniman?dapatkah  seorang seniman muslim memiliki tafsiran sendiri tentang Tuhan dengan gaya dan keinginan seniman itu sendiri alias semau gue?. Pada bagian inilah penulis merefleksikan kembali “pengalaman” bergaul dengan seorang seniman.
            Bagian keempat dalam buku ini membahas tentang Islam, moralitas, dan modernitas. Bagaimana posisi Islam berhadapan dengan pergeseran nilai-nilai moral yang terjadi di dunia Barat, yang pengaruhnya dirasakan juga disekitar kita. Penulis berpendapat bahwa doktrin Islam tentang moral tidak memerlukan redefinisi dalam menghadapi arus “moralitas baru”. Pembahasan dalam bagian ini meliputi Islam dan gemerlap dunia mode meliputi mode pakaian pria, mode pakaian wanita, penyakit mental epidemik, menembus pinggiran desa, fashion show, konteks kecantikan, wawasan Islam, dan maslah duniawi. Selain itu dalam bagian ini dibahas mengenai the flower children meliputi problem spiritual, kemakmuran fisik, kekerasan dan keterpecahan, sosial, menyobek ijazah, mengoyak kekosongan jiwa, Islam:agama alternatif. Dalam bagian ini dipaparkan tentang Islam dan permissive society, mengenai ultra liberal, akibat permissivennes di Amerika Serikat, agama sebagai dasar moral dan pendirian Islam. Pembahasan dalam bagian ini juga membahas bagaimana moralitas Islam vs Moralitas baru terkait dengan sistem moral, aliran-aliran etika, moralitas baru, moralitas Islam, ciri-ciri moralitas Islam serta sumbangan Etika Islam kepada umat manusia. Pembahasan terakhir dalam bagian ini yaitu tentang Islam, modernisasi dan manusia modern meliputi kekacauan semantik, modernisasi, westernisasi, pemanfaatan unsur-unsur kebudayaan barat, manusia modern, pendirian Islam, Islam dan Modernisasi terkait kasus Turki dan Iran, dan pelajaran yang dapat diambil dari kasus tersebut yaitu bahwa orientasi dan praktik-praktik modernisasi yang salah, yang dilakukan oleh rezim Kemal Ataturk di Turki dan Syah Iran, sama-sama menimbulkan krisis identitas dan kebangkrutan nilai-nilai budaya. Krisis dan kebangkrutan demikian terjadi karena keduanya mengabaikan nilai-nilai spiritualitas dan aspirasi agama.
            Bagian kelima dalam buku ini membahas tentang Islam, moralitas dan modernitas. Pembahasan dalam bagian ini diawali dengan sketsa sejarah kebangkitan kebudayaan Islam (abad 8 hungga 13 M). setelah menikmati masa-masa kejayaan dan keemasan selama kurang lebih 5 abad, umat Islam-Arab dan kebudayaannya runtuh. Kepeloporan di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan beralih ke tangan Barat. Dalam bagian ini dibahas mengenai kebudayaan Islam di Andalusia dalam lintasan sejarah meliputi Andalusia sebelum Daulah Umayah, dari Vandalusia ke Andalusia, Abdurrahman I- Abdurrahman III, Al-Hakam II serta estetika, ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Selain itu juga dibahas mengenai sumbangan Islam kepada kebangkitan kebudayaan barat. Pembahasan tersebut meliputi iman, akal dan Muhammad Rasulullah, Cordoba vs London tujuh abad kemudian, kebangkitan Barat, potret muslim umat terbaik, serta menumbuhkan kembali kesadaran kultural. Penulis melakukan analisis dan refleksi historis bahwa Islam dan umatnya cukup memiliki peluang untuk melakukan gerakan revivalisme dan reformisme, mencipta-segarkan karya-karya kebudayaan sebagai basis spiritual dan kultural untuk menopang proses akselerasi terjadinya kebangkitan Islam pada umatnya. Pembahasan tersebut terkait dengan pembahasan Islam dan situasi budaya global dewasa ini meliputi industrialisme (abad kecemasan), siklus jahili (tantangan dan harapan), serta Islam (alternatif peradaban) dan juga mencakup pembahsan masa depan kebudayaan islam yang mana hal tersebut meliputi dinamika gerakan kebudayaan Islam, festival dunia Islam di london, dan kebangkitan kembali kebudayaan Islam.
3.      Kekurangan dan kelebihan
Dalam buku Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis ini terdapat beberapa istilah kata yang mungkin masih terasa asing bagi pembaca sehingga pembaca sulit dalam memahaminya. Cover buku ini juga terlihat kurang menarik. Meskipun cover buku ini terlihat kurang menarik, tetapi isi dalam buku ini sangat menarik. Karena pembahasan dalam buku ini yang sistematis, dan terdapat catatan kaki sehingga memudahkan pembaca dalam memahami dan bisa mengetahui referensi yang terkait dengan buku ini. Bentuk buku ini sangat praktis untuk dibawa kemana-mana sehingga memudahkan pembaca untuk membaca dan memahami buku ini dimana saja dan kapan saja.

Kamis, 29 Maret 2012

Paradigma Kebudayaan Islam (Studi Kritis dan Refleksi Historis)


Ulfi Maslakhah
09410291

A.    IDENTITAS BUKU

Judul Buku                         : Paradigma Kebudayaan Islam (Studi Kritis dan Refleksi Historis)
Pengarang                           : Dr. Faisal Ismail, MA
Penerbit                              : Titian Ilahi Press
Tahun dan kota terbit         : 1996, Yogyakarta
Cetakan                              : I (Pertama)

A.    ISI BUKU
Buku ini dibagi menjadi empat bagian, yakni bagian pertama, mencoba menyoroti secara umum sosok dan situasi pendidikan dan kebudayaan Islam di Indonesia. Bagian ini menyajikan dan memaparkan suatu analisis terhadap timbulnya krisis-krisis di bidang pendidikan dan kebudayaan yang dihadapi umat Islam. Penyair dan dramawan WS. Rendra mengemukakan suatu tesis bahwa salah satu krisis yang cukup memprihatinkan yang terjadi di kalangan umat Islam Indonesia adalah bahwa “mereka kurang bersahabat dengan ilmu pengetahuan”. Akibat logis dari keadaan ini tak pelak lagi akan bermuara pada kenyataan, bahwa prosentase intelektual muslim di Indonesia tak sebanding dengan jumlah umat Islam. Situasi yang demikian ini memerlukan pemecahan. Salah satu cara yang penting dilakukan adalah melakukan kajian ulang terhadap strategi kebudayaan, mengkaji ulang sistem pendidikan (tatanan dan proses belajar mengajar) secara menyeluruh dan komprehensif. Dimulai sejak dari pendidikan tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Bagian pertama ini diakhiri dengan sebuah studi kritis terhadap tesis-tesis kebudayaan yang diajukan Sidi Gazalba.
            Bagian kedua, membahas perihal subordinasi agama terhadap kesenian atau sebaliknya. Apa pula akibat yang akan terjadi jika hal itu dilakukan. Pembahasan ini dilengkapi dengan sebuah “diskusi” tentang bagaiman seharusnya seniman Muslim memandang, menghayati, mendekati dan “menafsirkan” Tuhan. Dapatkah Tuhan, Malaikat, Nabi diimajinasikan atau dipersonifikasikan menurut daya khayal penggambaran sang seniman? Dapatkah seorang seniman muslim memiliki cara dan menafsirkan sendiri mengenai Tuhan dengan semaunya sendiri? Pada bagian ini merupakan hasil refleksi kembali “pengalaman” sang penulis bergaul dengan seorang seniman.
Bagian ketiga, mendiskusikan tentang Islam dalam kaitannya dengan moralitas dan modernitas. Bagaimana posisi Islam berhadapan dengan pergeseran nilai-nilai moral yang terjadi di dunia Barat, yang mana pengaruhnya dirasakan juga disekitar kita? Penulis berpendapat bahwasanya doktrin Islam tentang moral tidak memerlukan redefinisi dalam menghadapi arus “moralitas baru” yang terjadi di Barat dewasa ini. Topic lain yang dikaji dalam bagian ini adalah bagaimana pendirian kaum Muslimin dan wawasan Islam berhadapan dengan isu-isu sentral yang bertalian dengan modernisasi.
Bagian keempat, yang mana merupakan bagian terakhir dari buku ini diawali dengan sketsa sejarah kebangkitan kebudayaan Islam (abad 8 hingga 13 M). Setelah menikmati masa-masa keemasan dan kejayaannya selama kurang lebih lima abad, umat Islam Arab dan kebudayaannya runtuh. Estafeta kepeloporan di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan beralih ke tangan Barat. Di bawah judul “Islam dan Situasi Global Dewasa Ini” dan “Masa Depan Kebudayaan Islam”, penulis mencoba melakukan analisis dan refleksi historis, bahwa Islam  dan umatnya cukup memiliki peluang untuk melakukan gerakan revivalisme dan reformisme, mencipta-segarkan karya-karya kebudayaan sebgai basis spiritual dan cultural untuk menopang proses akseleraasi terjadinya kebangkitan kembali Islam dan umatnya.
B.     ANALISIS
Kelebihan buku
1.      Memberikan wawasan dan wacana bagi pembaca berkaitan dengan potret kebudayaan Islam di Indonesia.
2.      Memberikan wacana mengenai strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam.
3.      Memberikan penjelasan kepada pembaca berkenaan dengan keberimanan dan kebersenimanan.
4.      Memberikan pemahaman lebih jelas tentang Islam, moralitas dan modernitas.

Kekurangan Buku
Tidak tepat rasanya bila buku ini dikatakan memiliki kekurangan. Alangkah baiknya bila cukup dikatakan ‘memerlukan penyempurnaan’. Pada dasarnya buku ini sangatlah bagus karena sangat kritis membahas mengenai kemerosotan umat Islam, dan juga memberikan gambaran mengenai strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam dan masih banyak lagi. Akan tetapi buku ini akan jauh lebih baik bila dikemas dengan lay out yang menarik sehingga tidak membuat pembaca pada umumnya, merasa memeng (Jawa; takut, ngeri) ketika menghadapi buku ini. Bagi orang yang minat bacanya kurang, apabila ingin membaca buku ini kesan pertama akan malas, hal ini dikarenakan penulisannya yang padat dan kurang menarik minat pembaca.
Kesan
Waaaw, how  wonderful the book..!!! Demikian kiranya ungkapan yang tepat untuk mengapresiasi buku ini. Kompleks, kritis, aplikatif dan lengkap. Hanya saja, njlimet (Jawa : rumit, ribet,detail) sekali..!!     

Rabu, 28 Maret 2012

Pandangan Islam tentang Kesenian


RESENSI BUKU
DIDIN ALI TAKYUDIN (09410094)
I.                   IDENTITAS BUKU
Judul Buku
: Pandangan Islam tentang Kesenian
Penulis
: Drs. Sidi Gazalba
Penerbit
:N.V Bulan Bintang

II.                ISI BUKU
Secara sederhana seni diartikan sebagai usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan dan memuaskan penghayatan keindahan. Lalu bagaimana pandangan Islam tentang  kesenian? Pertanyaan tersebut memertlukan penjelasan yang tidak gampang untuk dijawabnya. Beberapa yang menjadi sebab antara lain adalah:
a.       Selama ini kajian Islam hanya sebagai agama atau reliji saja. Sedikit sekali yang mengkajinya sebagai sosio budaya, sehingga soal-soal kesenian tidak timbul dalam kajian.
b.      Dalam pandangan umum masyarakat tidak terfikirkan atau dianggap tidak ada pertalian antara seni dan Islam, perbincangan seni dan kaitannya dengan Islam dianggap janggal.
Hal diatas seolah-olah terpisah satu sama lain, padahal pada dasarnya islampun mencintai keindahan begitu juga dengan Allah. Pada asasnya ajaran islam terdiri dari suruhan dan larangan, yang disuruh itu baik dan yang dilarang itu buruk atau tidak baik. Tindakan baik mendapat pahala dan tindakan buruk mendapat dosa. Pahala diganjar dengan syurga dan dosa diganjar dengan neraka. Yang baik adalah nilai fositif, seperti juga yang indah merupakan nilai fositif.
Diatas telah diterangkan ada kesamaan antara kedua istilah tersebut. Yang bagus itu baik, yang baik itu bagus. Dengan analisis tersebut ditemukan antara agama, etika dan estetika. Ketiganya berhubungan mesra, membentuk segi tiga sebagai berikut:

Seni dilahirkan oleh agama, dan etika tidak lain merumuskan ajaran agama tentang yang baik dan yang buruk. Bukan saja terjalin antara agama dengan seni dan etika, tapi dengan penyamaan nilai antara yang bagus dengan yang baik dan terjalin pula antara seni dan atika yaitu mengatur lewat serangkaian norma kedalam cara mengapresiasikan seni yang sumber otoritasnya terdapat pada ajaran Islam.
      Konsep hablum minnallah wa hablum minannas juga terdapat pada konsepsi budaya. Tata hubungan manusia memebentuk ibadah dalam pengertian khusus, sementara hubungan manusia dengan manusia disebut sebagai muamalah yang disebut sosial, pergaulan hidup yang membentuk masyarakat dan membentuk kebudayaan.
Ilmu antropologi memasukan agama sebagai cultur universal. Lalu apakah agama masuk kedalam kebudayaan atau tidak? Apabila pertanyaan ini dihadapkan kepada Islam, ia memberi jawaban dialetik, yaitu: ya dan tidak. Ya, kalau agama budaya, dan tidak, kalau agama itu agama langit.
Ada dua jenis agama, yang disebut dalam kepustakaan Barat dengan Natur Religion dan Reveld Religion, Yang kita salin adalah agama budaya dan agama langit. Agama budaya ialah agama yang lahir dalam kebudayaan, tumbuh dibumi dan dibentuk oleh filsafat. Kebudayaan dibentuk oleh aqal dan filsafat adalah hasil dari pikiran aqal. Agama langit adalah agama yang diturunkan dari langin dalam bentuk wahyu. Wahyu itu adalah Naql dan daatang dari tuhan.
Dalam buku dikatakan bahwa dikarnakan agama islam bukan agama budaya melainkan agama langit, maka tidak mungkin ia menjadi bagian dari kebudayaan. Agama islam dan kebudayaan Islam, yang membentuk din islam memang dapat dibedakan, tapi dapat dipisahkan. Skemanya sebagai berikut:

Agama dan kebudayaan memang dapat dibedakan dalam diin, tapi keduanya membentuk intergrasi kebulatan yang saling melengkapi. Telah dinyatakan diatas betapa pantulan agama itu menyatakan diri pada kebudayaan. Seperti halnya dalam ilumu Fiqih terdapat konsep Nikah, rujuk, talaq. Hal ini juga mempunyai dampak pada budaya dan sosial. Semisal, sepasang laki-perempuan yang belum menikah kepadapat berduaan di jalan, maka secara sosial mereka di cap kurang baik, tapi jika kelak mereka sudah menikah maka hal itu akan wajar-wajar saja dan tidak berdampak pada tanggapan masyarakat.
Oleh karena itu diseimpulkan bahwa seni membawa islam kepada agama yang lebih indah dan sempurna dan agama membawa seni kepada entetika yang ter arah. Agama masuk kepada budaya tidak dalam ruang yang kosong, jadi agama datang untuk menganalisis, menapsirkan, mrnyelaraskan dan menemukan kebudayaan yang baru dan bisa diterima oleh masyarakat.