Sabtu, 31 Maret 2012

Seni di Dalam Peradaban Islam

Nama   : Ika Zulaicha 
NIM    : 09410171



Resensi buku

Judul buku                    : Seni di Dalam Peradaban Islam
Pengarang                    : M. Abdul Jabbar Beg, M.A., PH.D
Penerbit                       : Pustaka
Tahun Terbit                : 1988
Tempat Terbit              : Bandung
Tebal Buku                  : 152 halaman

Seni di Dalam Peradaban Islam

Seni merupakan hal yang indah, di dalam buku Seni di Dalam Peradaban Islam dibahas lebih mendalam tentang seni dan batasan-batasan yang terdapat dalam seni sesuai dengan pandangan Islam.
Agama Islam tidaklah menggariskan bentuk-bentuk seni tertentu, tetapi sekedar memberi pagar lapangan ekspresi. Misalnya, Islam tidak mengizinkan jenis puisi tertentu yang sifanya tidak Islamis. Akibatnya banyak syair Arab masa pra-Islam mendapat kritikan. Puisi sebagai bentuk kesenian tidaklah ditinggalkan oleh kaum muslim: pada saat para penyair mengubah puisi-puisinya sesuai dengan cita rasa Islam dan mengungkapkan cita-cita Islam lewat syair, para penyair itu kembali memperoleh tempatnya semula dalam masyarakat Islam pada waktu itu.
Suatu bentuk kesenian menjadi ‘Islamis’ jika hasil seni itu mengungkapkan pandangan hidup kaum muslim. Seni Islam juga dapat diberi batasan sebagai suatu seni yang dihasilkan oleh seniman atau desainer muslim; atau dapat juga berupa seni yang sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh seorang muslim, sedangkan seniman yang membuat objek seninya tidak mesti seorang muslim. Pandangan terakhir ini sejalan dengan sejarah perkembangan seni Islam pada masa awal. Misalnya, konsep masjid adala Islamis, tetapi penggunaan tenaga non muslim untuk mendirikan bangunan masjid itu tidaklah mengubah ciri-ciri dasar bangunan itu.
Suatu cabang seni Islam, yang sejalan dengan arsitektur ataupun bentuk-bentuk seni lainnya, adalah  lukisan atau penggambaran makhluk bernyawa (tashwir). Islam melarang lukisan dan patung manusia. Tetapi sebenarnya tidak terdapat petunjuk, bahwa bentuk seni sepenuhnya diharamkan dalam masyarakat Islam terdahulu. Al-Quran sendiri tidak mengatur hal-hal yang berhubungan dengan seni lukis, tetapi dalam sunnah Rasul atau hadits, ada beberapa hadits yang lainnya menentang pembuatan gambar atau lukisan makhluk hidup. Akan tetapi hadits-hadits ini merupakan hadits yang menjadi sumber berbagai penafsiran. Hadits-hadits itu adalah:
1.      “Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada gambar (tashwir) atau anjing.
2.      Orang-orang yang akan mendapat siksaan yang pedih pada pembuat gambar makhluk hidup.
Ahmad Muhammad ‘Isa, penulis arikel “Muslim dan Tashwir” membuat pandangan yang bersifat kompromi terhadap masalah gambar hidup. Ia mendekati masalah lukisan makhluk hidup dengan sikap yang lebih bebas terhadap sunnah Nabi Muhammad. Misalnya ia mengatakan, bahwa menurut al-‘Aini sunnah pertama khusus berlaku bagi “Nabi Muhammad dan malaikat wahyu (wahy) yang membawa wahyu dari Allah”. Dan tidak berlaku bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, hadits ini tidak dapat dipakai untuk mengharamkan lukisan atau gambar makhluk hidup oleh kaum muslim. Demikian pula hadits kedua, ditetapkan pada kondisi yang khusus, dan menurut Thabari, kata al-mushawwirun (pelukis) khusus ditunjukkan kepada manusia yang membuat citra makhluk hidup yang disamping Allah.
Sikap anti menentang yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad adalah sejalan dengan ajaran tauhid dan hal itu berasal dari pertimbangan beliau untuk menjaga bangsa Arab agar jangan kembali kepada syirik atau menyekutukan Allah.
Dari ringkasan tulisan Al-ghazali, nampaklah bahwa ia memberi penghargaan terhadap kesenian seperti arsitektur, puisi, lukisan, dan sebagainya. Menurut al-Ghazali, yang menarik dari objek seni adalah nilai keindahan-dalam. Ia juga mengaitkan keindahan dengan Tuhan dan mendasarkan pendapatnya atas hadits Nabi, “Tuhan itu indah dan  Ia mencintai keindahan.”
Cabang seni yang lain adalah musik (dan menyanyi, ghina) yang diberi batasan sebagai “ keselarasan suara dan pernyataan keindahannya kepada indera telinga. Sikap Islam terhadap musik belum didefinisikan secara serius. Kaum muslim yang konservatif kurang memahami dan menghargai musik. Musik yang diterima Islam adalah musik keagamaan yang diakui”. Musik keagamaan Islam menurut Farmer, termasuk irama lagu adzan, melagukan Qur’an, dan musik-musik kaum darwis dan persaudaraan kaum sufi, dan sebagainya.
Arsitektur dan kaligrafi adalah cabang seni yang menduduki cabang seni yang tinggi dalam kebudayaan Islam. Arsitektur Islam adalah cabang seni rupa yang berkembang semenjak abad pertama Hijriyah di Arab, Syria dan Irak, dan pengaruhnya meluas ke luar, daerah lain, di masa pemerintahan Dinasti Umayyah.
Dari buku ini, kita dapat mengetahui bahwa seni merupakan sesuatu yang indah dan sesuai dengan hadits bahwa “Allah itu indah dan Ia menyukai keindahan.” Seni yang Islami yaitu sejalan dengan pandangan Islam yaitu sesuai dengan al-Qur’an dan hadits. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, seharusnya kita dapat menggunakan seni dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggar ketentuan Allah.

            

3 komentar:

  1. LATHIFAH MUTIQ/ 09410248
    Seni memang indah dan hendaknya manusia menyukai kesenian sebagai representasi dari fitrahnya mencintai keindahan. Tak bisa dipisahkan lagi antara kesenian dengan kehidupan manusia. Telah ditegaskan dalam hadits berikut:
    Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :
    “Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terbetik sifat sombong seberat atom.” Ada orang berkata,” Sesungguhnya seseorang senang berpakaian bagus dan bersandal bagus.” Nabi bersabda,” Sesungguhnya Allah Maha Indah, menyukai keindahan. Sedangkan sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim).

    BalasHapus
  2. MARLIYA SOLIHAH
    09410065
    Islam adalah agama Rahmatan lil ‘alamin, khususnya berkaitan dengan seni ini. hendaklah umat islam bersikap proporsional dalam mengahadapi hidup dan kehidupan dunia dengan segala aspeknya, khususnya di bidang seni. Sehingga kita tidak terjbeka dalam ekstrimitas yang hanya akan merugikan diri sendiri, dan lebih dari itu bahkan bisa merusak citra islam.

    BalasHapus
  3. Novita Rahmawati (09410183)
    Terkait dengan larangan lukisan atau penggambaran makhluk bernyawa (tashwir) sebenarnya tidak terdapat petunjuk bahwa bentuk seni sepenuhnya diharamkan dalam masyarakat Islam terdahulu. Al-Qur’an sendiri tidak mengatur hal-hal yang berhubungan dengan seni lukis, tetapi dalam hadits terdapat beberapa hadits yang isinya menentang pembuatan gambar atau lukisan makhluk hidup. Hadits-hadits yang digunakan pun masih menimbulkan banyak penafsiran. Apabila kita melihat hadits-hadits berkenaan dengan masalah gambar dan pelukisnya, kemungkinan yang nampak, yaitu bahwa Rasulullah saw melarang persoalan ini terkait masa awal kerasulannya, di mana waktu itu kaum muslimin baru saja meninggalkan syirik dan menyembah berhala serta mengagung-agungkan patung. Dapat diartikan bahwa gambar diharamkan karena digunakan untuk sesembahan/berhala. namun jika dilihat dari realitas zaman sekarang, gambar nyaris tidak bisa dipisahkan dari keseharian kita. Sebagai contoh gambar-gambar dalam poster, majalah, spanduk, dll. Bahkan ada pula gambar (seperti komik Islami) yang digunakan sebagai media berdakwah, mengajak pada kebaikan. melihat hal ini apakah kemudian gambar tetap diharamkan? saya rasa tidak masalah jika gambar yang kita buat bisa bermanfaat untuk orang banyak, bukan untuk disembah, dan bukan untuk menandingi ciptaan Allah.

    BalasHapus