Jumat, 30 Maret 2012

Paradigma Kebudayaan Islam ( Studi Kritis dan Refleksi Historis)

ALIFAH ASIH ROHMAH
09410240


Resensi Buku
1.      Identitas Buku
Judul Buku               : Paradigma Kebudayaan Islam(Studi Kritis dan Refleksi                                                                                 Historis)
Pengarang                 : Dr. Faisal Ismail, MA
Penerbit                    : Titian Ilahi Press
Kota Terbit               : Yogyakarta
Tebal Buku               : 289 halaman
Tahun Terbit              : Cetakan ke-1 tahun 1996
                                  Cetakan ke-2 tahun 1998
2.      Deskripsi Buku
            Buku yang berjudul Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis ini dibagi menjadi lima bagian. Antara bagian yang satu dengan yang lainnya tidak bisa menjadi sesuatu yang bulat dan utuh secara sempurna. Meskipun demikian setiap bagian serta bab dalam buku ini masing-masing mengandung satu benang merah, secara keseluruhan membicarakan persoalan moralitas, modernitas, agama dan kebudayaan.
            Bagian pertama berisi suatu kajian tentang agama dan kebudayaan dan hubungan antara keduanya. Dalam bagian ini disebutkan bahwa hubungan antara agama dan kebudayaan yaitu bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan, agama bukan-wahyu merupakan bagian kebudayaan, agama wahyu bukan merupakan bagian kebudayaan, agama dan kebudayaan Islam merupakan bagian dari Din. Bagian ini diakhiri dengan sebuah studi kritis terhadap tesis-tesis kebudayaan yang diajukan Sidi Gazalba. Dalam buku ini, penulis menuliskan bahwa penulis tidak sependapat dengan pemikiran yang dikemukaan Gazalba bahwa ijtihad adalah hukum sekularisasi Islam. Menurut pendapat penulis,  ide tentang “ijtihad sebagai hukum sekularisasi Islam” merefleksikan terjadinya “confusion of mind” dari pencetusnya. Menurut pendapat penulis, Gazalba telah salah paham dalam menerapkan istilah sekularisasi dalam formulasi idenya tersebut. Karena sekularisasi menolak setiap bentuk ikatan kepercayaan kepada Tuhan dan ikatan keagamaan, sedang Islam mengajarkan untuk berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama, mempercayai dan mengagungkan Tuhan. Dalam melakukan ijtihad harus dilakukan dengan sungguh-sungguh serta diperlukan syarat-syarat menguasai bahasa arab, mengetahui asabun nuzul dan sebab-sebab dikeluarkannya hadis dan sebagainya.
            Bagian kedua mencoba menyoroti tentang Islam, Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia. Bagian ini menyajikan dan memaparkan suatu analisis terhadap timbulnya krisis-krisis di bidang pendidikan dan kebudayaan yang dihadapi umat Islam. Dalam buku ini disebutkan penyair dan dramawan WS Rendra mengemukakan bahwa salah satu krisis yang cukup memprihatinkan yang terjadi di kalangan umat Islam Indonesia adalah bahwa mereka kurang bersahabat dengan ilmu pengetahuan. Akibat logis dari keadaan semacam ini tidak dapat diingkari lagi akan berdampak pada kenyataan bahwa porosentase intelektual Muslim di Indonesia tak sebanding dengan jumlah umat Islam. Situasi demikian ini memerlukan pemecahan. Salah satu cara yang penting dilakukan adalah melakukan kajian ulang terhadap strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam, belajar dari kebangkitan kebudayaan Islam, Barat dan Jepang serta mengkaji ulang sistem pendidikan (tatanan dan proses belajar mengajar) secara menyeluruh dan komprehensif sejak dari pendidikan dasar sampai tingkat perguruan tinggi.
            Bagian ketiga dalam buku ini membahas tentang keberimanan dan kebersenian. Dalam buku ini dituliskan tentang agama dan kesenian membahas bagaimana subordinasi kesenian kepada agama, apakah kesenian Islam akan macet, dan dari subordinasi tersebut menuju dialog. Selain itu dipaparkan posisi kesenian Islam Kontemporer meliputi tantangan kesenian sekuler barat, kesenian islam sebuah diagnosis, arah inovasi kesenian Islam, memi’rajkan kreativitas. Dalam bagian ini dijelaskan pula tentang seniman, imajinasi, dan Tuhan, pembahannya meliputi pemberontakan, sikap bombatis bukan sikap kreatif, kebebasan dan “:kebebasan”, kebebasan imajinasi, Islam, imajinasi, personifikasi Tuhan, penafsiran tentang Tuhan, serta cara mendekati Tuhan. Pembahasan dalam bagian ini dilengkapi dengan sebuah “diskusi” tentang bagaimana seharusnya seniman Muslim memandang, menghayati, mendekati dan “menafsirkan” Tuhan. Dapatkah Tuhan, malaikat atau Nabi diimajinasikan menurut daya khayal penggambaran seorang seniman?dapatkah  seorang seniman muslim memiliki tafsiran sendiri tentang Tuhan dengan gaya dan keinginan seniman itu sendiri alias semau gue?. Pada bagian inilah penulis merefleksikan kembali “pengalaman” bergaul dengan seorang seniman.
            Bagian keempat dalam buku ini membahas tentang Islam, moralitas, dan modernitas. Bagaimana posisi Islam berhadapan dengan pergeseran nilai-nilai moral yang terjadi di dunia Barat, yang pengaruhnya dirasakan juga disekitar kita. Penulis berpendapat bahwa doktrin Islam tentang moral tidak memerlukan redefinisi dalam menghadapi arus “moralitas baru”. Pembahasan dalam bagian ini meliputi Islam dan gemerlap dunia mode meliputi mode pakaian pria, mode pakaian wanita, penyakit mental epidemik, menembus pinggiran desa, fashion show, konteks kecantikan, wawasan Islam, dan maslah duniawi. Selain itu dalam bagian ini dibahas mengenai the flower children meliputi problem spiritual, kemakmuran fisik, kekerasan dan keterpecahan, sosial, menyobek ijazah, mengoyak kekosongan jiwa, Islam:agama alternatif. Dalam bagian ini dipaparkan tentang Islam dan permissive society, mengenai ultra liberal, akibat permissivennes di Amerika Serikat, agama sebagai dasar moral dan pendirian Islam. Pembahasan dalam bagian ini juga membahas bagaimana moralitas Islam vs Moralitas baru terkait dengan sistem moral, aliran-aliran etika, moralitas baru, moralitas Islam, ciri-ciri moralitas Islam serta sumbangan Etika Islam kepada umat manusia. Pembahasan terakhir dalam bagian ini yaitu tentang Islam, modernisasi dan manusia modern meliputi kekacauan semantik, modernisasi, westernisasi, pemanfaatan unsur-unsur kebudayaan barat, manusia modern, pendirian Islam, Islam dan Modernisasi terkait kasus Turki dan Iran, dan pelajaran yang dapat diambil dari kasus tersebut yaitu bahwa orientasi dan praktik-praktik modernisasi yang salah, yang dilakukan oleh rezim Kemal Ataturk di Turki dan Syah Iran, sama-sama menimbulkan krisis identitas dan kebangkrutan nilai-nilai budaya. Krisis dan kebangkrutan demikian terjadi karena keduanya mengabaikan nilai-nilai spiritualitas dan aspirasi agama.
            Bagian kelima dalam buku ini membahas tentang Islam, moralitas dan modernitas. Pembahasan dalam bagian ini diawali dengan sketsa sejarah kebangkitan kebudayaan Islam (abad 8 hungga 13 M). setelah menikmati masa-masa kejayaan dan keemasan selama kurang lebih 5 abad, umat Islam-Arab dan kebudayaannya runtuh. Kepeloporan di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan beralih ke tangan Barat. Dalam bagian ini dibahas mengenai kebudayaan Islam di Andalusia dalam lintasan sejarah meliputi Andalusia sebelum Daulah Umayah, dari Vandalusia ke Andalusia, Abdurrahman I- Abdurrahman III, Al-Hakam II serta estetika, ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Selain itu juga dibahas mengenai sumbangan Islam kepada kebangkitan kebudayaan barat. Pembahasan tersebut meliputi iman, akal dan Muhammad Rasulullah, Cordoba vs London tujuh abad kemudian, kebangkitan Barat, potret muslim umat terbaik, serta menumbuhkan kembali kesadaran kultural. Penulis melakukan analisis dan refleksi historis bahwa Islam dan umatnya cukup memiliki peluang untuk melakukan gerakan revivalisme dan reformisme, mencipta-segarkan karya-karya kebudayaan sebagai basis spiritual dan kultural untuk menopang proses akselerasi terjadinya kebangkitan Islam pada umatnya. Pembahasan tersebut terkait dengan pembahasan Islam dan situasi budaya global dewasa ini meliputi industrialisme (abad kecemasan), siklus jahili (tantangan dan harapan), serta Islam (alternatif peradaban) dan juga mencakup pembahsan masa depan kebudayaan islam yang mana hal tersebut meliputi dinamika gerakan kebudayaan Islam, festival dunia Islam di london, dan kebangkitan kembali kebudayaan Islam.
3.      Kekurangan dan kelebihan
Dalam buku Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis ini terdapat beberapa istilah kata yang mungkin masih terasa asing bagi pembaca sehingga pembaca sulit dalam memahaminya. Cover buku ini juga terlihat kurang menarik. Meskipun cover buku ini terlihat kurang menarik, tetapi isi dalam buku ini sangat menarik. Karena pembahasan dalam buku ini yang sistematis, dan terdapat catatan kaki sehingga memudahkan pembaca dalam memahami dan bisa mengetahui referensi yang terkait dengan buku ini. Bentuk buku ini sangat praktis untuk dibawa kemana-mana sehingga memudahkan pembaca untuk membaca dan memahami buku ini dimana saja dan kapan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar