Selasa, 13 Maret 2012

Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa


RESENSI BUKU

Nama          : Okti Purwaningsih
Nim             : 09410262



IDENTITAS BUKU

Judul               : Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa
Pengarang       : Prof. Dr. Simuh
Penerbit           : TERAJU
Tahun              : 2003
Halaman          : 214 Halaman
Cetakan Ke     : Pertama

Jika membaca sepintas judul buku ini maka dalam pikiran kita pasti akan menimbulkan sebuah pertanyaan apa hubungannya antara islam dengan budaya jawa? Menurut penilaian dr. Damardjati Supadjar (dosen filsafat UGM Yogyakarta), buku Prof Simuh ini adalah salah satu konstribusi besar terhadap umat dan bangsa ini, karena pembahasannya mencakup tiga dimensi; islam, jawa dan barat.
Pergulatan islam dengan sastra dan budaya jawa menjadi objek kajian yang menarik bagipara sarjana barat. Interaksi islam dan budaya jawa memang mempunyai karakteristik tersendiri. Saying umat islam sendiri selama ini kurang peka terhadap sejarah islam. Baru belakangan ini saja mulai ada tulisan angkatan muda islam tentang NU, Muhammadiyah, dan lain-lainnya. Namun, kajian mereka belum mempertimbangkan pengaruh budaya local atau jawa, sehngga karya mereka seakan tidak berpijak di bumi Indonesia.
Pergulatan islam dengan sastra dan budaya jawa   ternyata melahirkan tiga bentuk keislaman dengan landasan berfikir yang berbeda dan kadang saling memancing konflik satu sama lain. Yaitu: santri, abangan, dan priyayi.
Suku-suku bangsa Indonesia, khususnya suku jawa sebelum kedtangan pengaruh Hinduisme telah hidup teratur dengan Animisme-Dinamisme sebagai akar religuisitasnya, dan hokum adat sebagai pranata social mereka. Adanya warisan hukum adat menunjukkan bahwa nenek moyang suku bangsa Indonesia asli telah hidup teratur di bawah pemerintahan atau kepala adat, walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana. Religi Animisme-Dinamisme masyarakat jawa cukup memiliki daya tahan yang kuat terhadap pengaruh kebudayaan-kebudayaan yang telah berkembang maju. Keadaan ini memancing timbulnya teori kekenyalan dan ketegaran kebudayaan asli pribumi Indonesia.
Buku ini membahas islam dan budaya jawa yang dibagi dalam duabelas bab, yang membahas tentang islam dan budaya jawa, islam sebagai kebudayaan yang paripurna, pola kebudayaan sufi, kebudayaan jawa asli, pengaruh hinduisme dan pertumbuhan kebudayaan priyayi, zaman islam di jawa, pengaruh barat terhadap islam dan budaya jawa, muhammadiyah, nahdlatul ulama, umat islam dan kejawen dalam menghadapi proses globalisasi budaya rasional, kebangkitan budaya spiritual kejawen, dan bab yang terakhir membahas tentang umat islam dan bangsa Indonesia menatap masa depan.
Berikut ini beberapa kalimat yang di tulis  Prof. Dr. Simuh dalam buku ini:
“Pendek kata tanpa keterbukaan terhadap unsur-unsur dinamis kebudayaan barat, di tengah lamunan umat islam yang biasa maju setara dengan barat, apalagi mengunggulinya. Jika umat islam mampu menguasai cara berfikir ilmiah seperti orang barat, maka umat islam akan unggul. Karena mempunyai al-Qur’an, iman, dan takwa yang tidak dimiliki orang-orang barat (hal 70).”
“Tanpa penalaran rasional agama tauhid ini akan terselubung oleh berbagai macam mitos dan kultus……..karena itu masih dibutuhkan beberapa generasi untuk mencapai pencerahan pemahaman tauhid ini. Jadi, memerlukan revolusi ruhani seperti abad pencerahan di eropa barat dahulu. Globalisasi pendidikan modern akan mengilhami kebangkitan rasionalitas angkatan muda muslim (hal 226).”
“Pada periode klasik sumber dinamika islam dinamakan ijtihad sedangkan zaman peradaban modern ini adalah penelitian agama, yakni mengkaji lika-liku pergulatan islam dengan budaya-budaya lokal sepanjang sejarah (hal 239).”
Dari uraian panjang yang telah saya tulis diatas menunjukkan bahwa buku ini sangatlah unik karena membahas hubungan islam dengan budaya jawa dengan penjelasan yang sistematis. Walaupun terdapat sedikit kekurangan dalam buku ini yaitu karena membahas tentang budaya jawa maka terdapat banyak bahasa-bahasa jawa yang di gunakan atau dikutip dalam buku ini, tentunya bagi orang yang tidak faham akan bahasa jawa akan mengalami kesulitan dalam mengartikan kara-kata tersebut. Terlepas dari kekurangannya buku ini sangatlah cocok menjadi salah satu referensi wajib anda jika ingin memahami budaya jawa.

4 komentar:

  1. Bravo!!! itulah kata yang patut untuk mbak Okti...
    resensi pertama yang sudah mengudara di Blog PAI-D.
    memberi sedikit komentar dari hasil resensinya, bahwa memang sangat menarik ketika berbicara dengan kebudayaan,karena budaya tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. apalagi budaya jawa yang filosofinya sudah hampir dekat dengan agama islam.seperti yang menjadi prinsip orang jawa "urip mung mampir ngombe","Gusti Allah mboten sare" "bisoho rumongso ojo rumongso biso" dan masih banyak lagi yang biasa disebut kebudayaan kejawen...

    itulah seharusnya yang menjadi kesadaran orang jawa, untuk selalu menjaga kebudayaan yang baik itu...

    dalam resensi di atas tidak diberikan penjelasan mengenai keterbukaan islam terhadap unsur-unsur dinamis kebudayaan barat. kebudayaan yang bagaimana yang dari barat??apakah islam tertutup dengan hal-hal yang "baik" (dari barat)?
    ataukah hanya pemeluknya yang berpikir bahwa islam dan barat itu tidak dapat dipertemukan?dan yang sangat menarik sebenarnya dimana posisi ketiga kebudayaan Jawa, Islam, dan Barat pada saat ini...

    dan yang dikritik oleh mbak Okti dari Buku tersebut terlalu banyak bahasa-bahasa jawa,tapi tidak diberikan 1 atau 2 contoh bahasa jawa yang sulit...

    itu sedikit komentar2ran saya..ayo klo bisa mbak teman2 jg ikut nimbrung di sini.
    makasih

    BalasHapus
  2. oke saya akan sedikit member komentar dari resume buku Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa karya Prof. Dr. Simuh oleh neng okti.
    1. di atas disebutkn bahwa organisasi atau angkatan muda muslim misal ansor dari NU dan AMM dari muhammadiyah tidak mempertimbangkan pengaruh budaya local atau jawa, sehngga karya mereka seakan tidak berpijak di bumi Indonesia, tapi itu terbantahkan karena ada di daerah saya yaitu AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah) itu sangatlah menghargai budaya jawa.. misal dengan kegiatan yang dilaksanakan yaitu seni karawitan yang notabene itu adalah kesenian khas dari jawa, terus ketika lebaran, mereka selalu mengadakan acara syawalan atau silaturahim keliling kepada
    para sesepuh yang ada di lingkungan itu. jadi tidak semua angkatan muda itu selalu mementingkan nasionalisme saja, tapi juga menjunjung budaya daerah...
    2. yang saya akan kritik yaitu banyak salah ketik.. so telitilah sebelum di publiskan... hehehe...
    3. saya ucapkan mantapz.... karena baru kamu yang membuat resume langsung di posting.....insya Allah saya akan menyusul...hehehe ^_^

    BalasHapus
  3. pak ketua, ini bukan resume tapi resensi! perlu dibedakan. dari rangkaian hurufnya saja sudah beda apalagi isinya...hehe piss pak?
    terkadang dalam menyikapi kondisi barat banyak orang kagumnya berlebihan dan menjadikan haliyah yang ada disana sebagai percontohan yang patut ditiru oleh bangsa ini sehingga kebudayaan yang dimiliki bangsa ini pudar. lihat saja realitas yang ada, banyak dari generasi kita yang mengadopsi kebudayaan barat hampir dari setiap bidang. mulai dari model cukur rambut, fashion hingga gaya hidup sekalipun. mereka lebih bangga memakai pakaian ala barat daripada batik,sarung, bahkan celana kolor. mereka lebih merasa tinggi derajatnya makan pitza, burger,sepageti daripada thiwul, geplak, gethuk. mereka lebih tertarik konser musik-musik rock daripada kesenian tradisional jathilan, ketoprak, wayang yang jelas-jelas asli hasil dari kreativitas para leluhurnya.beginilah realitas yang ada jika bangsa ini keliru mensikapi pengaruh masuknya kebudayaan asing. sehingga seolah mereka lupa dengan identitas dan jati dirinya. Dinamis bukan berarti serta-merta mengadopsi pengaruh yang masuk. Dinamis bagi saya bagaimana mempertahankan sesuatu yang menjadi kearifan dari setiap perubahan yang mampu menggerusnya. bukan mengikuti perubahan yang memicu hilangnya kearifan budaya. sebenarnya kalau kita menganggap peradaban di barat itu secara wajar saja tentu tidak terpesona berlebihan seperti ini. menurut saya hal ini terjadi karena bangsa ini kehilangan kepercayaan diri, sehingga timbul rasa minder atas apa yang telah dimiliki. kemudian ia mencoba hal hal baru yang dianggap populer dan mampu mengembalikan kepercayaan dirinya dan membuat lebih terhormat dari sebelumnya. mereka belum paham bahwa " Al-I'timadu 'Alannafsi Asasunnajah" percaya diri merupakan dasar kesuksesan.
    (idealistis mode on)

    BalasHapus